Jangan ada lagi lara di Adonara

10 April 2021 23:35 WIB
Jangan ada lagi lara di Adonara
Peziarah mendatangi kebon singkong di Desa Nelemaladike, Ile Boleng, Adonara Timur, NTT, Rabu (7/4/2021), untuk menyalakan lilin dan berdoa di atas pusara massal korban bencana tanah longsor di kaki Gunung Ile Boleng. (ANTARA/Andi Firdaus).
Daratan di Kepulauan Nusa Tenggara itu bernama Adonara. Letaknya di sebelah timur Pulau Flores yang diapit dua selat, Solor di sisi selatan dan Lowotobi di sisi barat.

Ahad (4/4), duka melanda pulau utama di bagian timur wilayah Flores, yakni Kecamatan Ile Boleng, Kecamatan Adonara Timur dan Kecamatan Wotan Ulumado, diterjang banjir dan tanah longsor yang dipicu kondisi siklon tropis Seroja.

Kurang dari sepekan, sedikitnya 71 penduduk ditemukan meninggal dunia, sebanyak dua lainnya masih dalam pencarian. Tidak kurang 50 rumah penduduk saat ini terkubur, belasan lainnya dirusak luapan sungai dan batu yang menggelinding dari lereng Gunung Ile Boleng.

Belum jelas, berapa kerugian materi yang timbul dari peristiwa nahas itu. Sebagian besar perekonomian masyarakat lumpuh setelah jembatan penghubung di Kecamatan Adorana Timur menuju pusat perniagaan di Dermaga Waiwerang Kota ambruk.

Ruas Jalan Desa Nelelamadike yang menjadi jalur utama penghubung Desa Nobo dan Desa Harunala sebagian ambles. Sulit untuk ditembus kendaraan.

Jalur itu ibarat urat nadi bagi perekonomian penduduk sekitar untuk mendistribusikan hasil kebun, seperti kemiri, kakao, cabai, bawang, hingga ikan hasil tangkapan dari Laut Solor.

Suasana duka masih menyelimuti beberapa kampung di kaki gunung Ile Boleng saat ANTARA tiba di lokasi, Selasa (6/4). Tenda-tenda didirikan di depan rumah penduduk Muslim maupun Nasrani sebagai tempat untuk memanjatkan doa bagi korban.

Sejumlah lokasi evakuasi jenazah meninggal diberi tanda memakai batangan lilin yang menyala. Ada kepercayaan, bahwa api yang berpendar bisa menerangi roh di alam baka.

Pengusaha warung kelontong hingga pertokoan juga turut serta menyampaikan duka. Mereka menutup seluruh tempat usahanya sebagai rasa berkabung untuk keluarga korban.

"Ini cara kami untuk menunjukkan rasa duka. Kesedihan ini juga harus dirasakan bersama," kata Boby, pedagang es dan kue di Pasar Waiwerang Kota, yang menutup kiosnya sejak lima hari lalu.

Di belakang kios Boby, terdapat dermaga Waiwerang menuju Pelabuhan Larantuka. Aktivitas di daerah itu didominasi kedatangan relawan dari berbagai organisasi sosial.

Mereka tiba di dermaga dengan membawa bantuan yang dikemas kardus dan juga karung ukuran besar. Kendaraan pikap berisi hasil perkebunan, jumlahnya bisa dihitung jari.

Trauma penduduk atas bencana alam terparah itu masih dirasakan sebagian besar penduduk di Adonara. Obrolan di kedai kopi hingga tempat ibadah tidak lepas dari musibah yang menimpa tetangga mereka.

Sudah dua kali warga di sekitar dermaga dibuat panik oleh informasi bohong terkait ancaman tsunami, banjir bandang hingga longsor susulan.

"Pertama, Selasa (6/4) tengah malam. Katanya akan ada tsunami susulan, sinyal HP mati. Nelayan di sekitar dermaga berlarian ke bukit. Peristiwa kedua terjadi Jumat (9/4) malam. Ada suara keras yang dikira gempa. Rupanya ada batu besar yang jatuh menimpa atap rumah warga. Kami masih takut," kata penduduk Desa Lamahala Jaya, Amin (33).


Penanganan lambat

Hingga hari ketiga pascabencana di Desa Waiburak, Kecamatan Adonara Timur, bantuan kemanusiaan untuk 400 lebih penduduk terdampak bencana belum sampai ke tangan penerima.

'Uluran tangan' saat itu justru datang dari desa tetangga ke Waiburak dan Waiwerang Kota, berupa penyediaan dapur umum untuk memasak makanan. Mereka mengatasnamakan yayasan hingga kalangan dermawan.

Beberapa keluarga korban di desa itu berjalan secara berkelompok dari desa tetangga. Tangannya menggenggam segelas plastik air mineral dan sebungkus mi instan yang diseduh langsung dalam kemasan.

Berjarak selemparan batu dari pusat Kota Waiwerang, puluhan penduduk bergotong royong membersihkan Jalan Trans-Lite dari endapan lumpur dan puing bangunan yang menutup lintasan.
Masyarakat bekerja bakti membersihkan lumpur dan batang pohon yang menutup Jalan Trans Lite, Waiwerang Kota, Rabu (7/4/2021). (ANTARA/Andi Firdaus)

Tumpukan batang pohon dari Bukit Air Areng terseret hingga memenuhi beberapa titik badan jalan. Batangnya dipotong menggunakan gergaji mesin hingga ukuran terkecil agar mudah disingkirkan.

"Jangankan bantuan tenaga, makanan saja belum ada. Dari kemarin kami mencari orang hilang. Kantong mayat saja tidak diberi saat saya minta ke kantor kecamatan," kata Ketua RT19 RW08 Dusun Riamuko B, Yosep Meli Kedang.

Beberapa warga, bahkan menyampaikan protes langsung kepada Menteri Sosial Risma Tri Rismaharini yang tiba di Kantor Kecamatan Adonara Timur, Selasa (6/4).

Singkat cerita, laporan itu memicu kemarahan Risma kepada pegawai di lingkup Pemerintah Kabupaten Flores Timur.

Risma menilai pemerintah daerah dan petugas terkait sangat lambat dalam menangani korban bencana, terutama soal pendistribusian makanan dan kebutuhan pokok lainnya.

"Kamu ini gak ada kerja, hanya berdiri-berdiri saja," kata Risma kepada petugas Tagana.


Pemulihan

Kabar kunjungan Presiden Joko Widodo ke NTT pun menyebar cepat hingga ke pelosok Adonara.

Sehari menjelang kedatangan presiden, staf Kecamatan Adonara Timur beserta relawan tampak disibukkan dengan aktivitas distribusi bantuan.

Kalangan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Flores Timur pun ikut sibuk turun ke lapangan untuk memastikan seluruh persiapan menyambut Joko Widodo telah sepenuhnya rampung.

Sejumlah jalan dan lapangan dibersihkan. Medan rawan dijaga ketat petugas kepolisian. Kendaraan pengangkut bantuan pun kian sering wara wiri di kantor kecamatan yang menjadi sentral penyimpanan bantuan.

Jumat (9/4) siang, orang nomor satu di Indonesia tiba di Desa Nelelamadike, Kecamatan Ile Boleng, untuk meninjau lokasi bencana di kaki gunung Ile Boleng.

"Sama seperti di Lembata, lokasi yang ada sekarang kita relokasi yang nanti segera ditetapkan bupati dan gubernur. Yang jelas Kementerian PUPR siap membangun rumah secepat-cepatnya," demikian pesan penting yang disampaikan Presiden dalam satu jam kunjungannya di Nelelamadike.

Kabar baik juga disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo. Pemerintah segera menyalurkan bantuan dana sewa hunian sementara untuk pengungsi senilai Rp500 ribu per KK setiap bulan.

Sementara di sektor kelistrikan, PLN Area Adonara fokus menangani kerusakan instalasi di delapan wilayah kecamatan yang terdampak bencana.

Hingga Sabtu (10/4), listrik sudah berangsur normal menuju 15 desa di Adonara Timur, 18 desa di Ile Boleng, 11 desa di Kelubagolit, serta 15 desa di Witihama.

Kerusakan instalasi listrik di empat kecamatan lainnya, di Wotanulumado, Adonara Barat, Adonara Tengah, dan Adonara, belum bisa diperbaiki akibat kerusakan infrastruktur jalan.

"Pelanggan yang sudah menyala listriknya ada 14.355 pelanggan. Yang masih padam 13.569 pelanggan," kata Manager PLN Adonara, Theo Aji Caraka.

Mitigasi bencana adalah hal penting yang perlu disikapi otoritas terkait sebagai upaya mengantisipasi terjadinya peristiwa serupa kembali terulang.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menggarap sistem informasi peringatan dini bencana agar lebih mudah diakses oleh penduduk Adonara.

"Fokus kami sejak awal mempermudah akses masyarakat terhadap peringatan dini bencana. Contohnya lewat media sosi Youtube, Facebook, Twitter, Instagram dan Tiktok. Mereka sudah memiliki mobile phone," katanya.

BMKG telah melakukan riset pascabencana di Adonara dengan mewawancarai penduduk setempat. "Mereka bisa selamat karena dapat informasi dari grup WhatsApp. Mungkin ada sebagian tidak menerima, atau menerima tapi tidak memperhatikan. Tapi yang menerima dan memperhatikan itu tidak sedikit juga jumlahnya," katanya.

Butuh waktu yang panjang untuk memulihkan kembali Adonara dari keterpurukan akibat bencana. Setidaknya, dukungan penuh pemerintah telah menorehkan harapan kepada mereka untuk segera bangkit dan melupakan lara akibat musibah.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021