Saat pandemi, Tarawih di masjid atau di rumah?

11 April 2021 10:21 WIB
Saat pandemi, Tarawih di masjid atau di rumah?
Ustadz Mahbub Maafi Ramdlan, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU. ANTARA/HO-Aspri/am.
Shalat Tarawih merupakan shalat sunnah yang istimewa karena hanya dilakukan saat bulan Ramadhan, dan biasanya dilaksanakan secara berjamaah di masjid.

Sekitar sebulan lamanya, masjid-masjid dipenuhi oleh jamaah Tarawih dan ibadah-ibadah lainnya. Namun suasana religius itu nyaris tidak terasa sejak Ramadhan 1441 H/2020 akibat pandemi COVID-19.

Anjuran menjalankan protokol kesehatan agar menjaga jarak dan tidak berkerumun menyebabkan banyak aktivitas warga terhambat, salah satunya dengan imbauan menutup rumah ibadah.

Pada Ramadhan 1442 Hijriah/2021, pemerintah memperbolehkan beberapa kegiatan termasuk ibadah berjamaah dengan protokol kesehatan yang ketat.

Menyikapi permasalahan tersebut simak tanya jawab mengenai hal itu bersama Ustadz Mahbub Maafi Ramdlan, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU:

Di tengah suasana pandemi COVID-19, lebih afdhal mana, shalat Tarawih di masjid atau di rumah bersama keluarga? Meskipun pemerintah sudah memperbolehkan shalat berjamaah di luar rumah dengan protokol kesehatan yang ketat.

Bulan Ramadhan diimani oleh kaum Muslimin sebagai bulan suci, bulan penuh berkah, bulan di mana setiap muslim yang sudah mukallaf diwajibkan menjalankan ibadah puasa dan disunnahkan pada malam harinya untuk menunaikan shalat Tarawih.

Sebagai bentuk syiar bulan Ramadhan, umumnya kaum Muslimin Indonesia lebih memilih mengerjakan shalat Tarawih secara berjamaah di masjid, karena dianggap yang lebih utama (afdhal).

Dalam khazanah fikih, pilihan ini sejatinya didasarkan pada pendapat yang dikemukakan oleh Imam Syafii, mayoritas pengikutnya, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbal, sebagian ulama dari kalangan Madzhab Maliki dan sejumlah ulama lainnya.

Sementara pandangan para ulama tersebut didasarkan pada praktik shalat Tarawih yang dilakukan Umar bin Khaththab RA dan para sahabat lainnya. (Lihat, Abu al-Hasan al-Mubarakfuri, Mir’ah al-Mafatih Syarhu Misykah al-Mashabih, juz, IV, h. 316).

Di pihak lain, terdapat pandangan berbeda yang menyatakan bahwa pelaksanaan shalat Tarawih lebih utama dilakukan di rumah.

Salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Malik. Hal ini bisa dipahami dari pernyataan Imam Malik—sebagaimana dikemukakan oleh Imam asy-Syasyi al-Qaffal dalam kitab Hilyah al-‘Ulama’ fi Ma’rifati Madzhab al-Fuqaha`—; “Menjalankan shalat Tarawaih (qiyamu ramdhan) di rumah bagi orang mampu lebih aku sukai".

Pandangan ini salah satunya didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang menyatakan; ‘Shalatnya seseorang di rumahnya itu lebih utama daripada shalatnya dia di masjidku kecuali shalat maktubah (shalat fardhu)”. (HR. Abu Dawud).

Dari sini kita setidaknya bisa mengetahui ada perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan shalat Tarawih dengan argumentasinya masing-masing.

Ada yang menyatakan lebih utama dilakukan di masjid secara berjamaah, dan ada yang berpandangan lebih utama dilakukan di rumah. Setiap pilihan pendapat selalu mengandung konsekwensi, sehingga bila kita memilih pendapat pertama yang menyatakan pelaksanaan shalat Tarawih lebih utama dilakukan secara berjamaah di masjid, maka konsekwensinya adalah menimbulkan kerumunan banyak orang.

Sementara kerumunan banyak orang selama ini diyakini sebagai salah satu penyebab penyebaran virus COVID-19.

Memang harus diakui bahwa upaya pemerintah dan berbagai pihak dalam menahan laju penyebaran virus COVID-19 menunjukkan hasil baik. Hal ini ditandai dengan penurunan tren penyebaran virus COVID19 di tengah-tengah masyarakat.

Namun bukan berarti Indonesia sudah terbebas dari pandemi, sebab jumlah yang positif tiap harinya masih di atas ribuan. Ini tentu kondisi yang patut dijadikan pertimbangan bersama.

Meskipun dalam hal pelaksanaan shalat Tarawih secara berjamaah di masjid pemerintah telah memberikan izin dengan memberikan catatan keharusan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Tetapi praktik di lapangan acapkali berbeda, terutama yang menyangkut menjaga jarak.
Karena itu hemat kami, pelaksanaan shalat Tarawih untuk daerah-daerah belum terbebas dari penyebaran virus COVID-19 sebaiknya dilakukan di rumah masing-masing.

Pilihan menjalankan shalat Tarawih di rumah lebih untuk menghindari kerumunan orang dalam jumlah besar sebagai upaya menjaga kesehatan. Sebab, menjaga kesehatan adalah wajib, sedang melaksanakan shalat Tarawih di masjid secara berjamaah adalah sunnah.

Dalam sebuah kaidah fikih dikatakan; ‘Apabila ada pertentangan antara yang wajib dan yang sunnah maka yang wajib didahulukan daripada yang sunnah’ (al-Qarafi, al-Furuq, juz, II, h. 223).

Karena itu pandangan yang menyatakan bahwa lebih utama shalat Tarawih dilaksanakan secara berjamaah di masjid mesti dipahami dalam situasi dan kondisi normal.

 

Pewarta: -
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2021