"Jadi sedang dipelajari. Ada rekomendasi juga dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," kata Riza di Jakarta, Senin.
Selain KPK, Riza mengatakan Biro Hukum Sekretariat DKI dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait sedang mempelajari adendum tersebut. Adendum tersebut mendapatkan masukan dari KPK dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena Pemerintah DKI ingin memperpanjang pengelolaan air minum dengan AETRA.
"Sebelum kami lakukan perpanjangan, kami akan lakukan kajian terus menerus dan kami tunggu kontribusinya dari semua pihak, termasuk masyarakat," katanya.
Adendum tersebut merupakan tambahan dari Perjanjian Kerja Sama Swastanisasi Air Jakarta yang dilegalkan melalui Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 891 Tahun 2020 yang diteken Gubernur Anies Baswedan pada 31 Agustus 2020.
Kepgub tersebut berisi tentang Persetujuan Adendum Perjanjian Kerjasama antara Perusahaan Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dengan Perseroan Terbatas AETRA Air Jakarta.
Baca juga: KPK surati Gubernur DKI terkait kebijakan swastanisasi air minum
Baca juga: Putusan swastanisasi air masih dalam proses minutasi Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuka isi adendum tersebut sehingga bisa menghasilkan disetujuinya kerja sama itu yang diduga isinya memperpanjang kontrak swastanisasi air.
Koalisi menyatakan telah mengajukan informasi publik atas Kepgub tersebut. Namun jawaban yang diterima berubah-ubah.
Saat koalisi mengajukan permohonan informasi publik tentang isi dari adendum itu kepada Dinas Komunikasi dan Informasi Statistik DKI, ditolak lewat jawaban dari Kepala Diskominfotik DKI pada 8 Januari 2021.
Alasannya yang tertulis dari Diskominfotik adalah adendum terkait masih dalam proses kajian oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP) atas permintaan KPK.
Tidak puas dengan jawaban itu koalisi mengajukan keberatan. Namun jawaban tertulis yang diberikan pemerintah melalui Sekretaris Daerah adalah dokumen adendum perjanjian kerjasama tersebut tidak dikuasai oleh Pemerintah DKI Jakarta karena merupakan dokumen dengan mekanisme "business to business" antara PAM Jaya dengan PT AETRA.
Akhirnya mereka menduga kuat Gubernur DKI Jakarta telah memperpanjang perjanjian kerjasama dengan swasta yang menyangkut akses air bersih 10 juta warga Jakarta yang dinilai mereka terbukti merugikan keuangan negara sebesar triliunan rupiah selama 25 tahun sejak 1997.
Baca juga: Perpanjangan kerja sama 25 tahun DKI-Aetra masih proses
Baca juga: DKI tak ajukan PK penghentian swastanisasi air KMMSAJ melayangkan tuntutan agar:
1. Gubernur DKI Jakarta untuk mencabut Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 891 tahun 2020 karena bertentangan dengan ataupun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 dan UU SDA;
2. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membuka dokumen Adendum Perjanjian Kerja Sama antara PD PAM Jaya dengan PT Aetra Air Jakarta kepada publik;
3. Gubernur DKI Jakarta untuk bersikap transparan, partisipatif dan taat hukum dalam pengelolaan air Jakarta, tidak melakukan upaya-upaya terselubung yang dapat berpotensi melanjutkan swastanisasi air DKI Jakarta.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021