Jepang pada Kamis pekan lalu membantah laporan media sedang mempertimbangkan untuk vaksinasi semua peserta Olimpiade akhir Juni setelah gagasan itu memicu keributan media sosial di tengah penyelenggaraan vaksinasi yang dinilai lambat untuk seluruh penduduk Jepang.
Namun, Selasa, penasihat Komite Olimpiade Jepang, Nobuhiko Okabe, mengatakan meskipun vaksin tidak diwajibkan untuk Olimpiade, vaksin harus tersedia bagi para atlet yang menginginkannya.
Okabe adalah ahli penyakit menular yang membantu Jepang dalam menghadapi wabah H1N1 pada 2009 dan memberi nasihat tentang langkah tanggap COVID-19.
"Menurut saya rekomendasinya harus di imunisasi, terutama untuk para atlet," kata Okabe yang pernah memegang peran kepemimpinan dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) seperti dikutip Reuters.
Baca juga: Kirab obor Olimpiade di Osaka berlangsung di taman tanpa penonton
Dia mengatakan pilihan individu atlet untuk menolak vaksin karena alasan kesehatan atau agama "harus dihormati."
Sekitar 1,1 juta tenaga medis di Jepang sudah mendapatkan paling tidak dosis pertama vaksin Pfizer Inc-BioNTech.
Vaksinasi untuk lansia di Jepang dimulai Senin kemarin, tetapi beberapa ahli memperingatkan vaksinasi untuk masyarakat umum kemungkinan tidak akan tersedia hingga musim panas atau bahkan musim dingin karena persediaan yang terbatas.
Okabe yang mengepalai Institut Kesehatan Masyarakat Kota Kawasaki juga mengatakan komersialisasi dan perizinan obat-obatan dan produk medis di Jepang tetap menjadi "masalah besar" karena hal itu dapat memperlambat respons terhadap krisis kesehatan seperti pandemi.
Jepang sejauh ini menyetujui hanya satu vaksin COVID-19, dan sekitar 0,9 persen dari total 126 juta penduduk telah mendapatkan setidaknya satu dosis vaksin COVID-19, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan 2,2 persen di Korea Selatan atau 36 persen di Amerika Serikat.
Baca juga: KOI, KBRI Tokyo akan kumpulkan suporter untuk Indonesia di Olimpiade
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2021