"Banyak hal yang dapat diserap dari apresiasi terhadap karya seni," kata Trenggono disela-sela melihat-lihat pameran tunggal 35 lukisan karya Prof Kun Adnyana di Agung Rai Museum of Arts (ARMA), Ubud, Kabupaten Gianyar, Kamis.
Menurut dia, karya seni (lukisan Kun Adnyana, red) memiliki pesan tertentu, yang menyambungkan masa lalu dengan masa kini.
"Seni menggugah cara pandang kita terhadap realitas hari ini. Seperti yang dilakukan Prof Kun, dengan mengeksplorasi relief Yeh Pulu, Perahu Cadik Borobudur, perahu Nuh, dan situasi pandemi COVID-19 secara reflektif," ucap Trenggono yang sekitar satu jam mengapresiasi karya-karya lukisan tersebut.
Pameran tunggal ke-15 Rektor ISI Denpasar ini sebelumnya dibuka Gubernur Bali Wayan Koster pada Senin (12/4) di Bale Daja, Museum ARMA, Ubud.
Pameran bertajuk Hulu Pulu, eksplorasi lima tahun atas relief Yeh Pulu ini, menghadirkan sekitar 5-7 karya lukis per-tahun sejak tahun 2017-2021, dengan capaian tiga seri eksplorasi.
Pertama, seri Citra Yuga (Candra Sangkala) tahun 2017, yang menyajikan lima pendekatan artistik, yakni, teknik pewarnaan sigar mangsi, pemecahan objek gambar, pemilihan pusat perhatian, teknik menggunting objek, dan teknik gambar garis.
Kedua, seri Titi Wangsa (Inside The Hero) tahun 2018, dengan dua pendekatan teknik artistik, yaitu: lapis-lapis warna untuk citra ruang imajiner, dan dekonstruksi terkait perombakan tema.
Ketiga, seri Sudra Sutra (Santarupa) tahun 2019-2021, dengan temuan tiga pendekatan estetika, yakni pembingkaian ulang dari sisi tematik/plot (reframing), pemeranan ulang subjek gambar (rechasting), dan mobilisasi subjek gambar (globalizing).
Prof Kun Adnyana mengatakan melalui pendekatan pembingkaian ulang, memungkinkan figurasi yang dipetik dari relief Yeh Pulu dapat berpadu ikonografi perahu cadik relief Borobudur. Sehingga isu kemaritiman, dan juga pandemi COVID-19 dapat direpresentasikan secara kontekstual.
"Begitu juga dengan pendekatan pemeranan ulang, banyak interpretasi yang dapat dilakukan terhadap Yeh Pulu, dan kemudian berkembang menjadi narasi-narasi baru. Seperti, narasi lelaki penunggang kuda pada relief Yeh Pulu, menjadi perempuan penunggang kuda," ujarnya.
Kemudian, mobilisasi, terkait pemindahlokasian subjek ikon/penanda relief Yeh Pulu pada berbagai penempatan lokasi. Seperti adegan berburu macan yang berlangsung di hutan, menjadi di tengah samudera.
"Termasuk adegan menunggang kuda, ditempatkan pada kota urban, Tugu Monas, dan juga gedung Opera House, Sydney," ujar guru besar seni rupa itu.
Sebelumnya Gubernur Bali Wayan Koster mengharapkan pameran tunggal Rektor ISI Denpasar ini agar menginspirasi sivitas akademika ISI untuk menggelar karya-karyanya di tengah masyarakat seni, baik tinggat nasional mapun internasional.
"Pameran ini contoh yang baik bagi sivitas akademika bahwa kerja kreatif mesti dibarengi semangat untuk memamerkan atau diseminasi karya kepada publik seni. Termasuk tetap menjaga kreativitas agar selalu kontekstual dengan zaman," ujar Koster.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021