"Kami sangat bersyukur, di NTB sudah memiliki Perda tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Kami berharap perda ini tidak hanya menjadi dokumen, tapi implementasi nyata dalam menekan angka perkawinan anak," ujarnya di Mataram, Jumat.
Perda tentang Pencegahan Perkawinan Anak tersebut menjadikan Provinsi NTB sebagai daerah pertama di Indonesia yang mengatur tentang pencegahan perkawinan pada anak. Dalam perda itu mengatur pemberian sanksi pidana dan administrasi bagi aparat desa yang terlibat dalam perkawinan anak. Bagi yang terlibat atau memfasilitasi perkawinan anak, terancam hukuman penjara selama enam bulan.
Baca juga: Kemenag ajak pemuka agama proaktif cegah perkawinan anak
Menurutnya, perkawinan pada anak memiliki dampak yang cukup luas. Terutama dampak yang paling banyak terjadi adalah kematian ibu dan anak terus mengalami peningkatan. Belum lagi dampak kesehatan dan kemiskinan yang dirasakan oleh anak-anak yang belum siap membina rumah tangga dengan baik.
"Dampak inilah yang harus dicegah melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi masif oleh dari seluruh pihak," tegasnya.
Oleh karenanya, ia mengapresiasi apa yang dilakukan DPRD bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dengan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
"Ini satu langkah yang luar biasa, mudah-mudahan bisa jadi inspirasi bagi provinsi lain untuk melakukan hal yang sama, sehingga pencegahan pernikahan dini bisa diminimalisasi," katanya.
Sementara itu, Gubernur NTB H Zulkieflimansyah mengaku gembira atas apresiasi yang diberikan pemerintah pusat melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati terhadap Perda tersebut.
Gubernur NTB tak memungkiri jika kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah itu masih terjadi. Bahkan, menjadi isu nasional. Namun, hal tersebut dengan banyaknya perhatian bisa dituntaskan.
Baca juga: Kepala BKKBN: Perkawinan anak pengaruhi kondisi ibu dan anaknya
Baca juga: Menteri PPPA ajak sinergi cegah perkawinan anak
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021