Aksi tersebut, menyikapi peristiwa bom molotov menimpa Kantor Majalah Tempo, Selasa (6/7) dini hari.
Oktaf Riadi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumatera Selatan (Sumsel), mengatakan, peristiwa yang menimpa perusahaan media massa yang berkantor di Jakarta itu, merupakan bentuk intimidasi atas kebebasan pers.
Menurut dia, bentuk teror dengan melakukan pengrusakan bukan jalan untuk menyelesaikan sebuah persoalan terhadap media.
"Apabila terganggu atau merasa dirugikan dengan bentuk pemberitaan media, maka tuntaskan dengan benar (ketentuan yang berlaku). Bukan dengan bentuk pengekangan kebebasan pers," tuturnya.
Ia menyampaikan, kebebasan pers memang tidak mudah untuk dicapai, karena masih banyak yang mesti di lakukan oleh pers itu sendiri.
"Kita tidak hanya bekerja membuat berita, tetapi yang harus di perhatikan bahwa pers memiliki tugas memberikan pengetahuan terhadap masyarakat, terutama cara penyelesaian permasalahan terhadap media," ujarnya.
Arif Ardiansyah, wartawan Tempo yang bertugas di Sumsel, mengatakan bahwa peristiwa tersebut bukan hanya bentuk intimidasi yang menimpa perusahaannya, melainkan sudah menjadi persoalan kebebasan pers di negara ini.
"Ini merupakan yang kesekian kali menimpa pers, bukan hanya Tempo," ucapnya.
Ia berharap, pihak kepolisian benar-benar mampu mengungkap bentuk kekerasan yang menimpa pers terutama yang terjadi pada Tempo saat ini.
Namun, dirinya juga mengajak segenap wartawan di daerah itu, untuk tetap menyajikan berita benar, serta tidak menyurutkan nyali wartawan ketika mengalami bentuk intimidasi.
(T.PSO-146/M033/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010