Peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut memang imbas dari revisi Undang-Undang KPK.
Selain itu, dalam Pasal 69C Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 disebut pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Jakarta, Senin, menyatakan lembaganya harus taat kepada hukum soal proses peralihan pegawai tersebut.
Dalam jangka waktu dua tahun sejak 17 September 2019 sampai dengan 17 September 2021, KPK diberi waktu masa transisi untuk melakukan "bedol desa" alih status pegawai KPK menjadi pegawai ASN.
Untuk mengimplementasikannya juga perlu diperlukan peraturan teknis, yaitu melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang pengalihan pegawai KPK menjadi ASN.
Ghufron mengatakan diterbitkannya PP itu menjadi bukti bahwa pemerintah sangat mendukung karena pembuatannya juga melibatkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan juga Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Kemudian pelaksanaan alih status juga bekerja sama dengan BKN, BKN "support" secara penuh untuk melakukan tes bahkan juga setelah ini tidak hanya selesai berstempel dari pegawai KPK ke pegawai ASN. Masih ada pembinaan diklat kemudian setelah itu adanya jabatan administrasi dan fungsional. Itu semua secara paralel kami laksanakan dan semua tidak bisa hanya dilakukan oleh KPK tetapi juga bekerja sama dengan Kemenpan-RB, LAN, dan BKN," katanya.
Pimpinan KPK sendiri telah berkomitmen bahwa semua pegawai KPK telah menjadi ASN pada 1 Juni 2021 bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila.
Baca juga: Firli pastikan 1 Juni semua pegawai KPK beralih status jadi ASN
Setia Pancasila dan NKRI
Ghufron menjelaskan terdapat dua ukuran untuk dapat menjadi ASN, yaitu terkait kompetensi dasar dan kesetiaan terhadap ideologi Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut dia, proses rekrutmen pegawai KPK sendiri sudah melalui tes kompetensi sebelum adanya proses alih status. Dengan kata lain, tes kompetensi tidak perlu dilakukan kembali karena data-data pegawai yang telah melalui tes tersebut masih tersimpan pada Manajemen Kepegawaian KPK.
Oleh karena itu, KPK bekerja sama dengan BKN menggelar asesmen wawasan kebangsaan bagi seluruh pegawai tetap dan pegawai tidak tetap KPK yang menjadi salah satu rangkaian proses alih stasus tersebut.
Adapun materi dalam asesmen wawasan kebangsaan, yaitu integritas berbangsa untuk menilai konsistensi perilaku pegawai apakah sesuai dengan nilai, norma, dan etika organisasi dalam berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya, netralitas ASN untuk menilai ketidakberpihakan pegawai pada segala bentuk pengaruh manapun dan pihak siapapun.
Terakhir, antiradikalisme untuk menilai kesetiaan pegawai terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah.
"Untuk itu, kami berkoordinasi kemudian dilakukan tes kompetensi moderasi berkebangsaan untuk mengukur kesetiaan terhadap ideologi Pancasila dan NKRI. Itu sudah kami identifikasi kemudian data disampaikan ke BKN. BKN kemudian laksanakan dalam dua tes, tulis dan wawancara. Tes tulis dilaksanakan dua tahap dan itu sudah selesai. Kami saat ini proses wawancara dari 18 Maret sampai 7 April sehingga kalau ada dua tahap, tahap pertama sudah selesai tahap kedua separuh jalan," ungkap Ghufron.
Baca juga: Pegawai KPK jalani asesmen wawasan kebangsaan proses alih status ASN
Ghufron mengatakan jika berbicara tentang kesetiaan kepada NKRI dan Pancasila maka seharusnya bagi pegawai KPK dianggap sudah "selesai". Alasannya, selama 17 tahun, KPK telah melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan menangkap orang-orang yang telah mengkhianati bangsa Indonesia dalam mengelola uang dan kewenangan.
Artinya dari syarat materiil dan substansi, ia mempercayai bahwa kesetiaan pegawai KPK terhadap NKRI dan Pancasila sudah teruji. Namun, ia juga melihat dari syarat formilnya, yaitu melalui tes tersebut untuk membuktikan bahwa kesetiaan terhadap Pancasila dan NKRI itu terpenuhi.
Atas hal tersebut, ia pun mencontohkan seorang pencuri yang tertangkap di rumah seorang warga dan kemudian juga digeruduk oleh tetangga dari warga tersebut.
"Secara materiil anda terbuktikan oleh tetangga anda bahwa seseorang tersebut telah melakukan pencurian. Materiilnya sudah terbuktikan tetapi setelah anda tangkap apakah anda langsung kirim kepada penjara untuk dibina karena akhir dari proses pidana itu ke penjara, tidak kan," ujar Ghufron.
Ia menjelaskan ada beberapa syarat formil yang harus dilalui mulai diserahkan ke kepolisian. Selanjutnya ada tahap penyelidikan, pemeriksaan saksi-saksi, penyidikan, penuntutan hingga menghadapi proses persidangan.
BKN sebagai penyelenggara juga bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mengukur kesetiaan pegawai KPK terhadap NKRI dan Pancasila.
"Untuk apa? bukan hanya kami percaya kepada personelnya tetapi juga reputasi kelembagaannya bahwa kami yakin mereka itu memiliki "tool" untuk mengukur kesetiaan terhadap NKRI sehingga objektivitasnya bahwa kemudian akan diintervensi kepentingan-kepentingan subjek tertentu dari pimpinan atau dari pegawai KPK dan lain-lain, saya yakin itu semua akan terbantahkan dengan proses yang sudah objektivitas tersebut, berkeseimbangan, dan bukan hanya satu pihak ada tiga pihak penyelenggaranya," tuturnya.
Jawab keraguan independensi
Poin penting dari keraguan itu adalah ketika Manajemen Kepegawaian KPK lantas tunduk pada Manajemen ASN. Bahwa pegawai KPK soal pembinaan karirnya, mutasinya, dan evaluasi kinerjanya asumsinya kemudian tunduk kepada pembina jabatan fungsional di kementerian/lembaga di luar KPK.
Ghufron pun menegaskan pembina jabatan fungsional tetap berada di KPK.
"Sehingga keraguan saat kami menyidik sudah mengumpulkan barang bukti, menetapkan tersangka kemudian dimutasi, diturunkan pangkatnya, dan lain-lain tidak akan terjadi, karena apa? pembinanya tetap pembina jabatan fungsional di KPK sendiri. Mau menentukan dimutasi mau dinaikkan karirnya atau kena sanksi, manajeman KPK sendiri. Jadi, kalau manajemen KPK sendiri sama dengan Manajemen Kepegawaian KPK saat ini, tidak tunduk pada eksternal," kata dia.
Semoga saja peralihan status menjadi ASN, tidak membuat KPK berubah tetap berkomitmen dan memaksimalkan tugas sebagai garda terdepan memberantas korupsi dan tentu saja tetap terjaga independensinya.
Baca juga: KPK masih susun Perkom terkait alih status pegawai jadi ASN
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021