Pemerintah menargetkan tidak akan melakukan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquified Petroleum Gas (LPG) pada 2030.Indonesia perlu mengantisipasinya untuk bisa mendorong sumber-sumber energi baru dan terbarukan sebagai bauran energi nasional
"Memang dalam Strategi Energi Nasional ini kita rencanakan 2030 itu kita tidak lagi impor BBM dan diupayakan juga tidak impor LPG," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif di Kantor Presiden Jakarta, Selasa.
Arifin menyampaikan hal tersebut seusai menghadiri Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo yang juga menjabat Ketua Dewan Energi Nasional serta dihadiri oleh para menteri Kabinet Indonesia Maju serta anggota DEN 2020-2025.
"Kami dari DEN menyampaikan beberapa hal terkait strategi energi nasional kita, kemudian rancangan peraturan presiden mengenai cadangan penyangga energi, serta rencana strategis rencana kerja dari Dewan Energi Nasional dari 2021-2025," tambah Arifin.
Sejumlah persoalan yang dibahas menurut Arifin adalah meningkatnya kebutuhan energi untuk jangka panjang dan terbatasnya pasokan sumber daya di dalam negeri.
"Kemudian kami juga menyampaikan dengan perkembangan saat ini terkait target-target pengurangan emisi, maka Indonesia perlu mengantisipasinya untuk bisa mendorong sumber-sumber energi baru dan terbarukan sebagai bauran energi nasional," ungkap Arifin.
Arifin mengakui bahwa pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Indonesia masih sedikit.
"Pemanfaatan energi baru dan terbarukan kita baru 10,5 giga watt dan diharapkan meningkat pada 2025 sesuai target 23 persen menjadi 24 ribu mega watt dan di 2035 kita upayakan bauran ini bisa meningkat mencapai 38 ribu mega watt dimana backbone yang kita harapkan dari pembangkit listrik tenaga surya yang dalam perkembangannya dari hari ke hari makin ekonomis," tambah Arifin.
DEN menurut Arifin, juga merumuskan sejumlah program untuk hilirisasi produk-produk batubara.
"Dan kita juga harus segera menyelesaikan infrastruktur terkait energi antara lain untuk gas dan listrik yang sangat penting karena kita ingin mencapai target 100 persen elektrifikasi sehingga dengan 100 persen elektrifikasi diharapkan seluruh masyarakat dan di seluruh daerah mendapat pasokan listrik," jelas Arifin.
Program lain yang dibahas adalah implementasi "Program BBM Satu Harga" agar dapat diimplementasikan dan dinikmati masyarakat sehingga dapat membangkitkan ekonomi kerakyatan.
"Arahan dari Bapak Presiden adalah agar kita dapat melihat momentum untuk mengambil kesempatan pandemi ini untuk bisa masuk ke arah 'green economy' dimana semua negara maju sudah menunju ke 'green economy' dan kita juga mengurangi risiko kerusakan-kerusakan lingkungan," ungkap Arifin.
Arifin menyebutkan Presiden Jokowi memerintahkan agar strategi yang disusun oleh DEN dapat bersifat visoner dan implementasinya harus konsisten.
"Perlu upaya kita untuk mempercepat pemakaian energi baru terbarukan agar kita bisa mendukung target-target pengurangan temperatur 2 derajat Celcius sesuai dengan perjanjian kita di dalam Paris Agreement," tambah Arifin.
Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta penyesuaian Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
"RUEN yang lemah dan RUEN yang didasarkan pada poin-poin yang telah disampaikan pada Strategi Energi Nasional yang telah kita susun dipertimbangkan lagi agar bisa dilaksanakan secara sistemik," kata Arifin.
Baca juga: Tekan impor BBM, DPR dukung optimalisasi kilang dalam negeri Pertamina
Baca juga: Wapres: Ketergantungan impor energi fosil harus dihentikan
Baca juga: Pertamina tak ingin tergantung impor BBM
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021