Sontak, puluhan pegawai berseragam cokelat muda berlari ke arah luar gedung kantor, lalu berkumpul bersama di bagian halaman yang merupakan ruang terbuka.
Masing-masing dari mereka terlihat membawa sesuatu untuk melindungi bagian kepala. Ada yang membawa buku tebal, tas punggung, hingga bantal kursi.
Baca juga: BPBD: Longsor menutup ruas jalan provinsi di Banjarnegara
Setelah semuanya berkumpul di bagian halaman gedung tersebut, seseorang terlihat melakukan pendataan guna memastikan tidak ada pegawai yang tertinggal di dalam.
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian simulasi dalam rangka memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN) tahun 2021.
Dalam kegiatan simulasi atau gladi lapang tersebut, situasi dibuat seolah-seolah sedang terjadi gempa, dengan tujuan untuk menguji tingkat pengetahuan, pemahaman hingga respons dari para pegawai di lingkungan BPBD Kabupaten Banjarnegara ketika terjadi bencana.
Baca juga: Kendaraan jalur Banjarnegara-Kebumen terganggu longsor
Pasalnya, pengetahuan dan pemahaman tiap-tiap individu mengenai tindakan apa yang perlu dilakukan ketika terjadi bencana merupakan hal yang sangat penting.
Hal itu merupakan bagian dari kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan bencana, sesuai dengan slogan HKBN tahun 2021, yaitu siap untuk selamat.
Siap untuk selamat menandakan kesiapan setiap orang sangat diperlukan ketika terjadi bencana, dengan kesiapan yang mumpuni, maka kemungkinan menyelamatkan diri saat bencana terjadi menjadi makin tinggi. Menyiapkan diri untuk selalu siap dan siaga juga merupakan bagian dari upaya pengurangan risiko atau mitigasi.
Baca juga: BMKG minta Pemda tingkatkan pengetahuan mitigasi bencana masyarakat
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Banjarnegara Aris Sudaryanto melalui Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Andri Sulistyo mengharapkan simulasi yang dilakukan bertepatan dengan HKBN 2021 menjadi penanda kesiapan personel dan seluruh masyarakat di wilayah ini dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.
Peringatan HKBN itu juga diharapkan menjadi bahan bakar semangat bagi seluruh elemen di wilayah ini untuk bersama-sama melakukan peran penting dalam upaya mitigasi.
Baca juga: Siklon Surigae bergerak menjauhi wilayah Indonesia
Selain itu, peringatan HKBN juga diharapkan dapat terus menjadi pengingat bagi seluruh pihak mengenai pentingnya membangun budaya sadar bencana mulai dari lapisan terkecil yakni pada tingkat keluarga.
Bayangkan saja jika masing-masing anggota keluarga dapat saling mengingatkan mengenai risiko bencana apa saja yang terdapat di sekitar tempat tinggal dan langkah apa saja yang perlu dilakukan ketika terjadi bencana, maka risiko yang muncul akibat bencana akan dapat diminimalkan.
Di sinilah pentingnya peran aktif masyarakat, hal-hal kecil yang bisa dimulai dari tingkat keluarga akan dapat membawa dampak yang besar bagi upaya pengurangan risiko bencana.
Siap untuk selamat, mulai dari diri sendiri, keluarga, hingga lingkungan di sekitar. Siap bersama-sama menghadapi kemungkinan bencana, siap melakukan langkah evakuasi saat terjadinya bencana.
Peringatan ini sangat tepat menjadi momentum untuk mengingatkan lagi, bahwa bencana bisa kapan saja terjadi, karenanya perlu kesiapan diri, untuk melakukan upaya mitigasi.
Variabel Penting
Mitigasi dan lagi-lagi mitigasi, narasi yang tiada henti didengungkan di seluruh penjuru negeri, untuk mengurangi dampak risiko bencana yang mungkin terjadi.
Untuk menyukseskan upaya ini tentu pelibatan peran warga dalam setiap program yang dilakukan menjadi sangat strategis mengingat masyarakat merupakan variabel yang penting.
Mengapa masyarakat menjadi variabel penting dalam upaya mitigasi? karena pengelolaan kebencanaan memang menitikberatkan pada pemberdayaan peran warga sebagai objek sekaligus sebagai subjek bencana.
Koordinator bidang bencana geologi Pusat Mitigasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Indra Permanajati mengatakan manusia adalah aset penting dalam upaya mitigasi.
Karenanya perlu sosialisasi yang berkelanjutan, mengingatkan bahwa sikap sadar bencana dan peran aktif melakukan upaya pengurangan risiko bencana, perlu dilakukan dengan menyertakan pendekatan sosial dan psikologi.
Pendekatan itu diperlukan karena manusia juga terkadang punya sifat abai, sehingga harus terus diingatkan agar tumbuh kesadaran yang kuat, tumbuh keinginan yang kuat untuk mencegah bencana dan menjaga kelestarian alam serta menjaga keseimbangan alam.
Dengan kesadaran yang kuat maka masyarakat akan makin menyadari bahwa upaya menjaga kelestarian dan keseimbangan alam bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi semua elemen masyarakat.
Karena bagaimanapun, perlu komitmen kuat dari berbagai pihak untuk bersama-sama melakukan upaya ini, memperkuat budaya sadar bencana dan kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Pakar Hidrologi dan Sumber Daya Air Universitas Jenderal Soedirman Yanto, Ph.D mengatakan HKBN juga harus juga menjadi momentum untuk memperteguh komitmen menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki ketahanan bencana, salah satunya ketahanan terhadap bencana banjir.
Komitmen ini tidak hanya berlaku bagi para pegiat kebencanaan, tapi juga berlaku bagi semua elemen bangsa karena upaya mitigasi membutuhkan peran dari semua komponen sesuai dengan kompetensi masing-masing.
Peringatan HKBN harus juga menjadi dasar untuk merenungi kembali seberapa maksimal upaya yang sudah dilakukan dalam merencanakan, melaksanakan dan juga mengevaluasi rencana mitigasi bencana.
Apabila semua pihak bergerak bersama, maka upaya mitigasi yang optimal akan dapat terus terlaksana. Budaya tangguh dan sadar bencana akan menjadi bagian tidak terpisahkan dari keseharian warga.
Karenanya mari bergerak bersama, menjaga alam, agar alam berbalik menjaga kita. Meneguhkan komitmen dan juga semangat, agar mendukung slogan HKBN, siap untuk selamat. ***3***
T.W004
Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021