Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan terdapat dua kelompok besar mutasi virus SARS-CoV-2 yang diduga sebagai penyebab lonjakan kasus COVID-19 di India.Kita ketahui bahwa varian dan mutasi baru merupakan salah satu dari lima analisa kemungkinan naiknya kasus di India sekarang ini. Untuk mutasi ini, ada dua kelompok besar di India
"Kita ketahui bahwa varian dan mutasi baru merupakan salah satu dari lima analisa kemungkinan naiknya kasus di India sekarang ini. Untuk mutasi ini, ada dua kelompok besar di India," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan kelompok pertama terdiri atas tiga jenis Variant of Concern (VOC) atau varian virus baru yang sedang diwaspadai oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Varian virus itu bernama B117 yang saat ini sudah menyebar ke 130 negara di dunia termasuk India dan Indonesia sejak pertama kali dideteksi di Inggris pada 20 September 2020.
"India memang sudah melaporkan adanya jenis VOC yang sudah dikenal luas, yaitu B117," katanya.
Varian berikutnya berjenis B1351 yang pertama kali dilaporkan di Afrika Selatan pada awal Agustus 2020 dan sekarang sudah ada di lebih dari 80 negara dan dilaporkan berpotensi mempengaruhi efikasi vaksin, termasuk AstraZeneca yang digunakan di Indonesia.
Kemudian, varian virus P1 atau B11281 yang awalnya dilaporkan di Brazil dan Jepang saat ini sudah menyebar ke sekitar 50 negara di dunia, termasuk India.
Kelompok besar kedua yang kemudian banyak dibahas oleh para peneliti, kata dia, adalah mutan yang bermula dilaporkan dari India. "Bahkan disebut 'double mutant' dan belakangan malah juga ada 'triple mutant'," katanya.
Tjandra menginformasikan beberapa hal tentang mutasi ganda, yaitu bernama B1617 yang dilaporkan berasal dari India dan kini sudah menyebar ke lebih dari 20 negara, termasuk Inggris.
"Sebenarnya ada sekitar 11 perubahan, tetapi memang ada dua mutasi yang dianggap paling banyak berpengaruh pada perjalanan penyakit COVID-19, yaitu E484Q yang sedikit banyak ada kemiripan dengan mutasi E484K yang pertama kali dideteksi di Afrika Selatan dan Brazil dan sudah ada juga di Indonesia, serta mutasi L452R yang juga ditemukan di Kalifornia Amerika Serikat," katanya.
Ia mengatakan penelitian masih terus berjalan dan publikasi ilmiah awal sudah muncul di jurnal internasional “Nature” 21 April 2021 dan juga Jurnal internasional “Cell” pada 21 April 2021.
Menurut dia para pakar melaporkan mutasi lebih baru lagi, yakni B1618 yang disebut sebagai mutan "triple".
"Semula dilaporkan dari daerah Bengal Barat, India sehingga disebut sebagai virus Corona 'Bengal strain'. Jenis ini dilaporkan lebih mudah menular dan berpotensi dapat mempengaruhi efikasi vaksin walaupun proses penelitian masih terus berjalan untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat," katanya.
Perkembangan mutasi virus COVID-19 di India mendorong seluruh pihak harus terus waspada. "Bila ada pelawat dari luar negeri maka memang sebaiknya dilakukan pemeriksaan PCR ulangan setibanya di negara kita," katanya.
Kalau hasilnya negatif, kata dia, maka tetap saja harus dikarantina sesuai masa inkubasinya, dan kalau positif maka harus ditangani, diisolasi dan diperiksa “whole genome sequencing”-nya.
"Sehingga kita dapat mengantisipasi berbagai varian dan mutan baru COVID-19," demikian Tjandra Yoga Aditama .
Baca juga: Menkes: Mutasi virus India sudah sampai di Indonesia
Baca juga: Kemenkes teliti mutasi virus yang berpotensi dibawa pendatang India
Baca juga: Umat Hindu berkumpul di Sungai Gangga, India catat rekor kasus COVID
Baca juga: India laporkan varian baru virus corona
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021