Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menilai perlu adanya alternatif kanal distribusi produk asuransi jiwa guna menjangkau lebih banyak nasabah di seluruh wilayah Indonesia.Jadi dengan ini kebayang oleh kami, optimisme kami, soon 5-10 tahun dari sekarang kami melihat bahwa orang yang sadar dan akhirnya memutuskan untuk beli, tidak perlu didatangi, itu akan semakin banyak
Menurut Budi, saat ini dua kanal distribusi masih menjadi tulang punggung industri asuransi jiwa yaitu kanal distribusi bancassurance atau kerja sama antara bank dan perusahaan asuransi dan kanal keagenan yang menyumbang 85-90 persen pendapatan premi industr asuransi jiwa.
"Harus ditemukan channel-channel distribusi lainnya sebagai alternatif yang bisa menjangkau masyarakat Indonesia secara lebih luas dan mungkin terasa lebih efisien juga bagi masyarakat Indonesia yang premi tahunannya tidak terlalu besar," ujar Budi dalam sebuah seminar daring di Jakarta, Rabu.
Budi mengatakan berdasarkan survei yang dilakukan oleh AAJI bekerja sama dengan AC Nielsen pada akhir 2019 lalu kepada sekitar 1.000 anak muda atau kaum milenial di 14 kota besar dan kota kecil di Indonesia, sebanyak 83 persen telah sadar terhadap produk perbankan dan sebanyak 72 persen sadar tentang produk asuransi. Dari 83 persen anak muda yang sadar terhadap produk perbankan tadi, sebanyak 67 persen memiliki produk perbankan, sedangkan dari 73 persen dari anak muda yang sadar produk asuransi hanya 7 persen yang memiliki produk asuransi.
"Jadi awareness ada, tinggal effort dari para pihak, tentu paling banyak adalah di industri asuransi jiwa, di perusahaan-perusahaan asuransi untuk bagaimana mewujudkan potensi milenial yang sudah aware ini. Jadi dengan ini kebayang oleh kami, optimisme kami, soon 5-10 tahun dari sekarang kami melihat bahwa orang yang sadar dan akhirnya memutuskan untuk beli, tidak perlu didatangi, itu akan semakin banyak," kata Budi.
Ia menuturkan 2020 bukan tahun yang mudah bagi banyak lini bisnis dan jenis industri. Industri asuransi jiwa pun tidak luput dari dampak pandemi COVID-19. Pendapatan premi industri asuransi jiwa turun sekitar 7 persen. Meski kecewa, Budi menyatakan masih mensyukuri angka tersebut mengingat bagaimana sulitnya kondisi pada tahun lalu
"Produk utama asuransi jiwa sampai dengan hari ini adalah produk unit link dan menurut ketentuan, dalam proses closing-nya, banyak tahapan, at the end of the day nasabah harus tandatangan basah, sampai sekarang. Sehingga bisa dibayangkan produk utama yang kira-kira dua pertiga pendapatan premi adalah unitlink, PSBB diberlakukan dari sejak Maret tahun lalu sampai sekarang, kadang diperketat kadang diperlonggar, itu kesulitan tenaga pemasar asuransi jiwa untuk menemui nasabah dan coba menjelaskan proteksi ataupun fitur-fitur unit link ini," ujar Budi.
Setelah beberapa kali berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri asuransi jiwa pun diberikan sedikit relaksasi yaitu pemasaran produk-produk asuransi yang dikaitkan Investasi atau dikenal dengan unit link, boleh dilakukan secara tatap muka virtual.
"Jadi kami kecewa, tapi kami syukuri," kata Budi.
Baca juga: AAJI: Asuransi bayar klaim COVID-19 capai Rp661 miliar di 2020
Baca juga: Teliti dan banyak tanya sebelum membeli asuransi jiwa
Baca juga: Produk asuransi jiwa dan kesehatan jadi tren 2021 di tengah pandemi
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021