Seperti dikutip dari Kyodo, Jumat, paspor ini nantinya hadir dalam bentuk aplikasi smartphone. Wisatawan bisa memindai kode QR di bandara sebelum menaiki penerbangan atau saat memasuki negara tersebut.
Aplikasi ini akan terhubung dengan Sistem Catatan Vaksinasi, database pemerintah yang menunjukkan status vaksinasi orang-orang dan didasarkan pada CommonPass, sebuah aplikasi yang dikembangkan dengan melibatkan Forum Ekonomi Dunia.
Langkah ini diambil dengan harapan Jepang dapat melanjutkan perjalanan bisnis yang telah terhenti selama pandemi, bergabung dengan Uni Eropa, Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara dan China.
"Negara-negara lain melakukannya, jadi Jepang harus mempertimbangkannya juga," kata menteri yang bertanggung jawab atas upaya vaksinasi di Jepang, Taro Kono.
Kono sebelumnya berpendapat mewajibkan sertifikasi vaksinasi dapat menyebabkan diskriminasi terhadap orang yang tidak dapat atau tidak mau menerima suntikan karena kemungkinan reaksi alergi atau efek samping.
Oleh karena itu, demi menghilangkan kekhawatiran seperti itu, paspor vaksin juga akan mencantumkan hasil negatif dari reaksi berantai polimerase dan tes antigen.
Skema tersebut diperkirakan tidak akan digunakan di dalam negeri, misalnya untuk masuk ke restoran atau menonton acara olahraga.
Jepang saat ini hanya mengizinkan masuknya warga negara mereka dan orang asing dengan "keadaan luar biasa khusus" yang harus menyerahkan hasil negatif tes virus corona 72 jam sebelum keberangkatan mereka.
Baca juga: Kabar terkini paspor vaksin jadi syarat melancong ke luar negeri
Baca juga: Pasar besar untuk paspor vaksin COVID palsu picu kekhawatiran
Baca juga: WHO tak dukung penggunaan paspor vaksin COVID-19
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021