Dua diantaranya adalah Suselo dan Sulikah yang sudah menetap di Krayan Selatan selama dua tahun sebagai tenaga pengajar bagi anak-anak di perbatasan Indonesia-Malaysia. Kepada Tim Publikasi KISP Kaltara keduanya menceritakan suka dan duka berjuang mengajar di perbatasan.
“Kendalanya yang pasti listrik, akses internet serta infrastruktur jalan untuk akses keluar-masuk Krayan itu yang kami butuhkan, karena hanya pesawat satu-satunya akses menuju ke sana,” kata Suselo, guru biologi yang kesehariannya mengajar di SMAN 1 Krayan.
Untuk diketahui biaya pesawat menuju Krayan sebesar Rp460.000 per orang. Biaya tersebut merupakan harga yang telah disubsidi oleh pemerintah.
“Dukanya itu ketika bahan pokok tidak ada, apalagi di tengah pandemi seperti ini bahan pokok harus menunggu dari Tarakan dengan harga dua kali lipat harga normal. Sukanya semua masih serba alami,” katanya.
Baca juga: Vaksin mulai didistribusikan ke perbatasan Malaysia di Nunukan
Baca juga: Krayan layak diajukan situs warisan dunia ke UNESCO, sebut peneliti
Setelah dilantik, Suselo bertekad membantu masyarakat perbatasan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Saat ditanya mengenai antusiasme anak-anak Krayan untuk belajar Suselo mengakui semangat belajar mereka tinggi.
“Anak-anak di sana tidak berbeda dengan yang di kota, hanya terkendala fasilitas, itulah yang membuat kita sedikit tertinggal. Untuk itu kami berharap perhatian pemerintah kabupaten hingga provinsi agar memperhatikan sarana jalan, karena fasilitas itu yang sangat kami butuhkan,” kata Suselo.
Sementara itu, Sulikah, guru gisika kelahiran Tanjung Palas yang sudah dua tahun mengabdi di Krayan Selatan mengatakan senang mengajar di sana. Dingin tempatnya, masyarakatnya juga ramah kepada mereka.
"Seperti hari ini di Tanjung Selor, saya beli semua kebutuhan yang tidak ada di sana dari sini untuk dibawa kembali. Saya hanya beli yang tidak tersedia di sana saja,” kata Sulikah.
Pewarta: Susylo Asmalyah
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021