"Pengakuan itu bukan hanya sekadar memberikan hak konstitusional orang Papua tetapi juga sebagai bagian dari strategi untuk menciptakan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan meningkatkan praktek-praktek pengelolaan sumber daya alam tradisional," kata Dedi dalam acara Peluncuran Website Dokumentasi Papua dan Diskusi "Empat Dekade Kiprah LIPI di Tanah Papua" secara virtual, di Jakarta, Senin.
Menurut Dedi, itu mengharuskan perubahan kerja-kerja pembangunan yang selama ini top-down ke arah partisipasi dan kolaborasi yang sesungguhnya.
Baca juga: LIPI luncurkan pusat informasi Papua
Dedi menuturkan pembangunan baik secara substantif maupun teknis haruslah merupakan kerja bersama dari berbagai pihak utamanya pemerintah dengan komunitas tetapi juga melibatkan pihak-pihak lain.
Kearifan lokal adalah penting dalam pembangunan wilayah dan masyarakat, oleh karenanya posisi komunitas juga tidak lagi diperlakukan sebagai objek tetapi menjadi subjek pembangunan.
Dia mengatakan pengakuan hak-hak masyarakat adat Papua adalah sebuah keniscayaan.
"Jadi pengakuan terhadap komunitas adat dan hak-haknya itu bukan hanya untuk memenuhi hak komunitas tetapi kebutuhan untuk menciptakan pembangunan yang lebih baik, yakni pembangunan yang partisipatif, berkeadilan dan berkelanjutan dilakukan dengan menegosiasikan berbagai kepentingan dan mensinergikan berbagai macam pengetahuan modern maupun tradisional," ujar Dedi.
Baca juga: Disdik Papua harap tenaga pendidik di pedalaman bertahan mengabdi
Baca juga: DPR RI melaksanakan rapat revisi UU Otsus di Papua Barat
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021