"Di Yogyakarta ini bukan aspek kerumunan (penyebab penularan COVID-19), tapi hubungan antara bapak, ibu, tetangga, dengan anak-anaknya. Keluarga yang jadi klaster itu besar," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogakarta, Senin.
Baca juga: Penambahan kasus baru COVID-19 di Riau banyak dari klaster keluarga
Sultan meyakini masih munculnya klaster penularan keluarga semata-mata disebabkan penerapan protokol kesehatan yang rendah di lingkungan keluarga.
Atas dasar sesama anggota keluarga, menurutnya, tidak sedikit masyarakat yang merasa tidak perlu menggunakan masker.
"Saya yakin di rumah belum tentu pakai masker. Bapak, ibu, anak, mungkin ada cucu, mungkin ada saudara, tetapi itu sering tidak diantisipasi karena itu dianggap keluarga," kata dia.
Baca juga: Klaster keluarga dominasi penyebab penyebaran COVID-19 di kota Madiun
Rendahnya penerapan protokol kesehatan di lingkungan keluarga, menurut dia, ikut berkontribusi meningkatkan kasus COVID-19 di DIY. Bahkan saat ini tercatat delapan RT di tiga kabupaten menjadi zona merah yakni di Bantul sebanyak tiga RT, Gunung Kidul (dua RT), dan Sleman (tiga RT).
Untuk menekan kasus di wilayah masing-masing, Sultan meminta Pemkab Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul meningkatkan pengawasan kinerja satgas COVID-19 sampai ke desa-desa.
"Karena fakta kali ini sebelumnya adanya hanya zona hijau 95 persen, zona oranye di tiga RT, tapi sekarang ada yang merah delapan RT, oranye 21 RT," kata dia.
Baca juga: Klaster keluarga masih mendominasi kasus penularan COVID-19 di Jakarta
Raja Keraton Yogyakarta ini meminta Pemkab Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul segera mungkin menurunkan kasus COVID-19 di wilayahnya.
"Sebelum akhir dua mingguan ini harapan saya bisa turun," kata dia.
Baca juga: Satgas COVID sebut klaster keluarga di Surabaya paling tinggi
Baca juga: Budaya ewuh pakewuh dan kluster keluarga
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021