Masa konsesi LRT Pulo Gebang-Joglo krpada PT Pembangunan Jaya selama 33,5 tahun itu, kata Syafrin, merujuk pada dokumen "feasibility study" atau studi kelayakan yang dibuat oleh PT Pembangunan Jaya ihwal KPDBU Unsolicited Penyelenggaraan Sarana LRT Pulo Gebang-Joglo tersebut.
"Saat ini, Pemprov DKI Jakarta tengah mengevaluasi dokumen studi kelayakan KPDBU tersebut. Tentu semua dilakukan penilaian, jika memang itu sesuai, bisa dilanjutkan dan seterusnya," kata Syafrin di Komplek DPRD DKI Jakarta, Senin,
Dengan konsesi tersebut, konsekuensinya
seluruh keuntungan yang berasal dari penjualan tiket (farebox revenue) dan non-tiket (non-farebox revenue) dari LRT Pulo Gebang-Joglo bakal diserahkan kepada PT Pembangunan Jaya selama 33,5 tahun masa konsesi.
"Maka selama tarif yang dihitung oleh mereka dalam dokumen tetap itu yang digunakan maka tidak akan ada subsidi dari pemerintah semua biaya itu untuk menutup pengeluaran dari swasta," kata dia.
Baca juga: Adhi Karya targetkan LRT Jabodebek mulai beroperasi pertengahan 2022
Baca juga: Anies berharap LRT Jakarta terus berinovasi
Adapun pengeluaran PT Pembangunan Jaya, berkaitan dengan biaya operasi dan pemeliharaan sarana-prasarana LRT selama masa konsesi atau selama 33,5 tahun.
Rinciannya, biaya operasi dan pemeliharaan prasarana sebesar Rp300 miliar per tahun. Sementara, biaya operasi dan pemeliharaan sarana mencapai RP151 miliar setiap tahunnya.
Namun sebelumnya, di awal, ada biaya investasi prasarana di mana Pemprov DKI Jakarta mesti mengeluarkan investasi prasarana senilai Rp18,995 triliun. Sementara itu, PT Pembangunan Jaya hanya mengeluarkan biaya investasi sarana sebesar Rp3,879 triliun.
"Ini kan hasil studi kelayakan mereka (PT Pembangunan Jaya), sekarang kami masih melakukan kajian secara komprehensif apakah ini 'feasible' atau tidak," kata dia.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021