Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mendorong edukasi migrasi aman untuk mencegah perdagangan orang.kasus TPPO di NTT berawal dari keinginan untuk mencari pekerjaan lebih baik
"Melalui kerja sama Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Kementerian PPPA berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya pencegahan maupun penanganan kasus perdagangan orang untuk memastikan korban mendapatkan haknya,” kata Menteri Bintang dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Rabu.
Menteri Bintang mengapresiasi terbitnya Peraturan Desa (Perdes) Camplong II Nomor 7 Tahun 2020 tentang Migrasi Aman yang mencakup konsep pencegahan dan perlindungan dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO), serta konsep pemberdayaan. Perdes itu merupakan bentuk komitmen pemerintah Kabupaten Kupang khususnya Desa Camplong II dalam upaya mencegah masyarakat menjadi pekerja migran dan terjerumus dalam kasus perdagangan orang.
Menteri Bintang menuturkan pentingnya dukungan dari semua pihak mulai dari pusat hingga tingkat desa sebagai lapis pertama pencegahan perdagangan orang agar tidak ada lagi perempuan dan anak menjadi korban perdagangan orang dan tereksploitasi.
Pada kesempatan itu, Menteri Bintang melaksanakan dialog dengan perwakilan dari berbagai lapisan masyarakat di Desa Camplong II. Beberapa perwakilan masyarakat menuturkan tantangan utama dalam pencegahan dan penanganan kasus perdagangan orang di Nusa Tenggara Timur adalah kurangnya sinergi antar masing-masing lembaga dan penyedia layanan, termasuk layanan berbasis masyarakat sehingga dapat menyebabkan korban terhambat dalam mendapatkan hak-haknya.
Selain itu, tidak adanya SOP dalam penanganan kasus juga menyebabkan sulitnya korban dalam mengakses bantuan ketika dibutuhkan.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan kasus TPPO yang tergolong tinggi.
Berdasarkan analisis dari Kepolisian RI (Polri), Provinsi NTT masuk dalam kategori sending area (dengan rute NTT – Surabaya – Batam - Malaysia – Timur Tengah).
Data dari Organization for Migration (IOM) Indonesia menunjukkan NTT masih menduduki Provinsi dengan peringkat kedua tertinggi untuk daerah asal korban TPPO, setelah Provinsi Jawa Barat yang menduduki posisi nomor satu.
Dari data kasus yang ditangani IOM, sejak 2012 hingga 2020 terdapat setidaknya 491 Korban TPPO yang berasal dari NTT.
Baca juga: Korbannya besar, Menteri PPPA: Indonesia negara asal perdagangan orang
Baca juga: Menteri PPPA: Perdagangan orang langgar harkat martabat manusia
"Banyaknya kasus TPPO di NTT berawal dari keinginan untuk mencari pekerjaan lebih baik, mencari suasana baru, kuatnya budaya patriarki dan maskulinitas, serta tingginya permintaan tenaga kerja yang 'murah' dan tidak memiliki skill," tuturnya.
Berdasarkan catatan dari IOM Indonesia, sejak 2019, Desa Camplong II sudah terlibat aktif dalam berbagai pelatihan untuk peningkatan kesadaran dan kapasitas desa, komunitas, serta pendamping Desa Migran Produktif (desmigratif) dalam mempromosikan proses migrasi yang aman
"Hal ini tentu merupakan inovasi yang sangat baik dan bisa menjadi praktik baik bagi daerah lainnya. Saya harap apa yang telah diupayakan Pemerintah Kabupaten Kupang, khususnya Desa Caplong II dapat dilakukan secara berkelanjutan, terus dikembangkan, dapat direplikasi daerah lain, serta bisa menjangkau desa-desa lain di Indonesia. Mengingat pencegahan dan penanganan TPPO tidaklah mudah sehingga sinergi dan kerja sama dari semua pihak perlu dilakukan untuk memerangi TPPO di Indonesia," tutur Menteri Bintang.
Chief of Mission International Organization for Migration (IOM) Indonesia yang diwakili Ayu Hannah mengatakan melalui kemitraan yang erat, IOM akan terus mendukung upaya Kementerian PPPA selaku Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO dalam memaksimalkan tugasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Camplong II Melianus Irinus Faot mengatakan tren migrasi ke luar daerah yang terjadi di tengah masyarakat Desa Camplong II tergolong cukup tinggi.
"Tren migrasi ke luar daerah yang cukup tinggi ini disebabkan karena adanya tawaran untuk bekerja di luar daerah dengan iming-iming gaji besar dan tidak ada lapangan pekerjaan di wilayah domisili. Kondisi inilah yang menyebabkan banyak dari mereka menjadi korban perdagangan orang," tutur Melianus.
Baca juga: Organisasi migrasi internasional terapkan 3P atasi perdagangan orang
Baca juga: SBMI: 1.500 kasus pidana perdagangan orang timpa WNI di Timur Tengah
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021