Sejak militer merebut kekuasaan dan menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, telah terjadi protes harian dan gelombang kekerasan dengan pasukan keamanan yang menewaskan ratusan warga sipil.
Pemerintah Persatuan Nasional mengatakan dalam sebuah pernyataan, Rabu, bahwa pasukan baru itu merupakan pendahulu dari Tentara Persatuan Federal dan bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk "membuat reformasi yang efektif di sektor keamanan untuk mengakhiri perang saudara yang telah berlangsung selama 70 tahun".
Pasukan pertahanan itu juga memiliki tanggung jawab untuk menangani "serangan militer dan kekerasan dari dewan administrasi negara terhadap rakyat".
Pemerintah persatuan, yang dibentuk bulan lalu oleh serangkaian kelompok yang menentang junta, telah berjanji untuk mengakhiri kekerasan, memulihkan demokrasi, dan membangun "persatuan demokratis federal".
Myanmar diperintah oleh militer selama hampir setengah abad sejak 1962 sebelum para jenderal melancarkan transisi sementara menuju demokrasi satu dekade lalu. Proses itu terhenti oleh kudeta, yang memicu kemarahan banyak orang yang tidak mau menerima fase lain dari pemerintahan militer.
Pemerintah Persatuan Nasional tidak memberikan perincian tentang bagaimana kekuatan baru akan diorganisasi atau dipersenjatai, atau bagaimana mereka akan mencoba untuk mencapai tujuannya. Seorang juru bicara pemerintah persatuan tidak segera bisa dihubungi untuk dimintai komentar oleh Reuters.
Tentara Myanmar yang dilengkapi dengan baik adalah salah satu pasukan yang paling tangguh di pertempuran di kawasan itu.
Namun terlepas dari itu, penentang kudeta di beberapa tempat telah menggunakan senjata kasar untuk melawan pasukan, sementara yang lain telah mencari pelatihan dengan pemberontak etnis minoritas yang telah memerangi militer sejak kemerdekaan pada 1948 dari daerah perbatasan yang terpencil.
Sumber: Reuters
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021