"Padahal, masyarakat luar menyebut Indonesia sebagai 'supermarket bencana' karena kontur demografi kita yang begitu kompleks. Kita bahkan adalah salah satu dari 35 negara dengan tingkat potensi risiko bencana paling tinggi di dunia menurut indikator World Bank," ujar Doni Monardo dalam keterangannya, Kamis.
Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara di seminar daring “Pentingnya Membangun Kompetensi dan Keterampilan Kebencanaan di Indonesia” yang diadakan di Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL), Universitas Indonesia.
Baca juga: Tim BNPB pantau PPKM mikro di Kediri
Beberapa narasumber lain di acara tersebut adalah Prof. Ir. Dwikorita Karnawati (Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika/BMKG), Prof. Fatma Lestari (Ketua Disaster Risk Reduction Center UI), dan Dr. Mahawan Karuniasa (United Nations Climate Change SIL UI). Kegiatan ini dilakukan secara virtual di kanal Youtube “Humas SIL dan SKSG UI”.
Doni menambahkan, program penanggulangan bencana di Indonesia bukan program yang dapat berdiri sendiri, karena menyangkut dimensi sosial-kemasyarakatan.
“Kalau program penanggulangan hanya bersifat proyek, bukan jangka panjang, dan tidak melibatkan masyarakat, tidak akan membawa dampak apapun," katanya.
Baca juga: Bencana banjir terjadi 501 kali pada Januari-April 2021
Di Indonesia terdapat empat kluster kebencanaan, yaitu geologi dan vulkanologi (letusan gunung api, gempa bumi, dan tsunami); hidro-meteorologi I (kebakaran hutan, kekeringan), hidro-meteorologi II (banjir bandang, longsor, abrasi pantai), dan bencana non-alam (limbah, epidemik, gagal teknologi).
Oleh karena itu, pemerintah melakukan program pencegahan berbasis komunitas, melibatkan kebijaksanaan lokal di masyarakat sekitar. Upaya pendekatan kesejahteraan juga dilakukan dengan membuat program jangka panjang dengan mengembangkan potensi-potensi ekonomi lokal serta mengolah hasil-hasil produksi hutan dan lahan menjadi bernilai tambah.
Baca juga: Belajar dari Gempa Jawa Timur, ketahanan bangunan jadi PR besar negara
Menurut Doni Monardo, dengan begitu, maka masyarakat diajak untuk mencintai dan melihat potensi lingkungan di sekitarnya. Upaya penanganan kebencanaan juga dilakukan pemerintah melalui program edukasi.
Kepala BMKG Prof. Ir. Dwikorita Karnawati dalam presentasinya memaparkan bahwa BMKG telah membuka Sekolah Lapang Gempa dan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan untuk menciptakan agen-agen sosialisasi kebencanaan.
BMKG juga telah membangun dan terus mengembangkan sistem peringatan dini agar penanganan kebencanaan di Indonesia dapat menjadi lebih efektif dan efisien.
Dua pembicara lainnya Fatma Lestari dan Mahawan Karunisa juga menekankan tentang pentingnya upaya penanganan kebencanaan melalui kolaborasi dengan masyarakat sekitar. Melalui kolaborasi, program yang dibuat pemerintah akan bersifat sustain (berkelanjutan) dan lebih bisa diterima oleh masyarakat.
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021