Dukungan Amerika Serikat untuk pengesampingkan hak properti intelektual terkait vaksin COVID-19 dapat menjadi taktik untuk meyakinkan para produsen obat-obatan mengambil langkah yang tak terlalu drastis seperti berbagi teknologi dan mengembangkan usaha bersama untuk mendorong produksi global, kata sejumlah pengacara pada Kamis.
"Saya rasa hasil akhir yang dicari oleh kebanyakan pelaku adalah bukan pengesampingan hak properti intelektual secara khusus, tetapi perluasan akses global terhadap vaksin," kata Professor Lisa Oullette dari Perguruan Tinggi Hukum Stanford.
Presiden Joe Biden, pada Rabu, mendukung proposal untuk mengesampingkan peraturan properti intelektual Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang akan membuka jalan bagi negara-negara miskin untuk memproduksi vaksin sendiri. Sejauh ini, vaksin COVID-19 telah didistribusikan sebagian besar ke negara-negara maju yang mengembangkannya, sementara pandemi masih melanda di negara-negara yang lebih miskin, seperti India.
Namun demikian, tujuan sesungguhnya adalah distribusi vaksin yang lebih luas.
"Jika memungkinkan untuk meningkatkan laju peningkatan produksi, kemungkinan ini akan memberikan para pembuat vaksin insentif yang lebih besar untuk mencapai kesepakatan guna mewujudkan hal tersebut," ujar Oullette.
Para pengembang vaksin, seperti Moderna, Pfizer, dan BioNTech telah berargumen bahwa selama ini paten tidak menjadi faktor yang membatasi pasokan. Teknologi baru dan keterbatasan global terkait pasokan kerap disebut sebagai tantangan, dan baik Moderna maupun Pfizer telah secara stabil meningkatkan perkiraan pasokan.
"Tak ada kapasitas manufaktur mRNA di dunia," ujar pimpinan eksekutif Moderna Stephane Bancel dalam percakapan melalui sambungan telepon bersama para investor, Kamis (6/5), merujuk pada teknologi 'messenger RNA' yang di balik vaksin Moderna dan Pfizer.
"Ini adalah teknologi baru. Anda tidak dapat merekrut orang-orang yang mengetahui cara membuat mRNA. Orang-orang itu tidak ada. Dan bahkan jika barang-barang itu ada, siapapun yang ingin membuat vaksin mRNA harus membeli mesinnya, menciptakan proses manufaktur, dan menciptakan proses verifikasi dan proses analisis."
Guna meningkatkan kapasitas produksi vaksin secara signifikan dalam dua tahun, administrasi Biden akan perlu melakukan langkah yang lebih dari pengesampingan hak intelektual, termasuk dengan menyediakan pendanaan untuk mencari dan membangun lokasi-lokasi manufaktur baru, dan mendukung transfer teknologi dan keahlian ke manufaktur-manufakur baru, kata ahli rantai pasok obat-obatan Prashant Yadav.
Selain itu, pemerintah AS harus berjaga-jaga terhadap terbukanya jalan bagi perusahaan-perusahaan asing untuk menggunakan teknologi pembuat vaksin COVID-19 untuk berkompetisi di area-area di luar COVID-19, yang mungkin akan lebih menguntungkan dalam jangka panjang, kata Thomas Kowalski, seorang pengacara di Duane Morris yang memiliki spesialisasi dalam properti intelektual.
Begitu seorang kompetitor telah memiliki teknologinya, larangan-larangan pengunaan akan lebih sulit untuk diberlakukan, ujarnya.
Begitu seorang kompetitor telah memiliki teknologinya, larangan-larangan pengunaan akan lebih sulit untuk diberlakukan, ujarnya.
Sementara itu, Professor Sarah Rajec dari Sekolah Hukul William & Mary mengatakan dirinya tidak merasa bahwa pengesampingan itu sendiri akan memberikan dampak sebesar sinyal yang diberikan AS, negara yang mendukung properti intelektual, sehingga hak paten akan terdorong mundur oleh kebutuhan darurat dari populasi dunia saat pandemi.
Rajec mengatakan bahwa dukungan Biden terhadap pengesampingan itu "mendorong perusahaan-perusahaan obat-obatan untuk menjadi lebih terbuka terhadap kemitraan, dan perizinan lain dalam persyaratan yang lebih menguntungkan, dalam cara yang mungkin hanya satu-satunya."
Para produsen obat mengatakan bahwa mereka telah membuat kemitraan-kemitraan yang signifikan, berbagi teknologi dengan para kompetitor yang mungkin tak akan terjadi jika bukan karena pandemi.
"Posisi kami sangat jelas: keputusan ini akan semakin mempersulit usaha untuk memberikan vaksin ke seluruh dunia, menghadapi varian yang muncul dan menyelamatkan nyawa," kata juru bicara kelompok industri farmasi Pharmaceutical Research and Manufacturers of America, Brian Newell, dalam sebuah pernyataan.
Pengacara hak paten Eropa, Micaela Modiano, mengatakan bahwa bahkan jika pengesampingan itu diadopsi, para pembuat vaksin kemungkinan akan menegosiasikan pembayaran, jika yang dibayarkan kurang dari jumlah yang biasa terdapat dalam kesepakatan perizinan. Kantor hukumnya, Modiano & Partners, merepresentasikan Pfizer namun belum berurusan dengan hal-hal yang terkait COVID-19.
"Saya rasa para perusahaan farmasi telah dan akan terus melobi dengan signifikan untuk memastikan bahwa jika pengesampingan ini disetujui, akan ada kompensasi finansial yang mereka terima," ujarnya.
Sumber: Reuters
Baca juga: AS bahas hak intelektual dengan eksekutif Pfizer dan AstraZeneca
Baca juga: China berikan hak paten vaksin COVID-19 pertama buatan CanSino
Baca juga: Moderna tak yakin soal eksklusivitas hak paten vaksin COVID-19
Baca juga: China berikan hak paten vaksin COVID-19 pertama buatan CanSino
Baca juga: Moderna tak yakin soal eksklusivitas hak paten vaksin COVID-19
Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021