Ada filosofi dibalik motif 'kembang goyang'
Dari sekian banyak tradisi Ramadhan yang dinantikan oleh umat Muslim Indonesia, kemunculan kuliner-kuliner khas yang menjadi identik dengan bulan suci tersebut adalah salah satunya.
Mulai dari aneka jenis kolak hingga beragam jajanan khas untuk berbuka puasa yang dapat menambah kenangan indah bulan suci tersebut.
Setiap kawasan memiliki kue atau panganan khas Ramadhan masing-masing, dan bagi Kalimantan Selatan kehormatan itu jatuh pada bingka.
Bagi masyarakat Banjar, Ramadhan tidak akan lengkap tanpa menikmati kue bingka untuk berbuka puasa.
Bingka adalah satu dari 41 jenis kue tradisional Banjar yang biasanya digunakan untuk perayaan-perayaan khusus seperti pernikahan, kelahiran bayi, dan Ramadhan.
Bingka termasuk jenis kue manis dengan tekstur yang lembut yang dicetak dalam motif bunga yang disebut masyarakat lokal sebagai 'kembang goyang'.
"Ada filosofi dibalik motif 'kembang goyang'. Yaitu menggambarkan kehidupan manusia yang tidak selalu mulus. Selalu ada naik dan turun, masa-masa menyenangkan dan menyedihkan," menurut Rafi Sujing, pengelola rumah produksi Bingka H. Thambrin Salon.
Rafi mempekerjakan 20 pegawai selama bulan Ramadhan kali ini untuk memproduksi 1,100 bingka per hari, yang dijual seharga Rp45.000 per loyang.
Bingka produksinya memiliki tiga varian rasa yaitu kentang, kentang keju dan kentang ubi.
Selain tiga varian rasa itu, di Banjarmasin dapat pula dengan mudah ditemukan kue bingka dengan varian rasa yang lain seperti nangka, labu dan pandan.
“Kami hanya memproduksi bingka selama Ramadhan dan juga menerima pesanan," katanya.
Produksi bingka selama Ramadhan kali ini telah meningkat menjadi 1.100 per hari setelah sempat turun tajam pada 2020 dengan hanya 600-700 loyang per hari karena pandemi COVID-19.
“Sebelum pandemi, kami bisa membuat 1.500-2.000 kue dan mempekerjakan hingga 35 orang," katanya.
Proses pembuatan bingka di toko kue Rafi dimulai pada pukul 16.00 WITA dan berakhir pada pukul 11.00 WITA keesokan harinya.
Para pekerja perempuan akan memulai proses produksi dengan menyiapkan bahan dasar seperti tepung terigu, gula, telur itik. Kentang direbus dan diparut, demikian juga santan direbus dan diambil bagian atasnya saja.
Kentang yang digunakan untuk bahan dasar bingka tidak dihaluskan dengan cara digiling namun diserut untuk menjaga teksturnya.
Pada tengah malam, pekerja laki-laki akan mulai bekerja di dapur untuk membuat adonan kue. Adonan diaduk secara manual tanpa menggunakan mesin pengaduk (mixer).
Adonan kemudian dipanggang di sebuah loyang berdiameter sekitar 15 cm selama 30 menit dengan api atas dan dilanjutkan lagi 30 menit dengan api bawah.
Rafi memiliki tujuh oven dengan kapasitas 21 loyang sekaligus serta sejumlah oven kecil dengan kapasitas 11 loyang.
Mengingat permintaan yang terus melonjak maka proses pemanggangan tidak lagi menggunakan bahan bakar kayu namun gas.
Baca juga: "Wadai ceper" Banjar, khazanah penganan Ramadhan dari dapur Bu Hj Atus
Resep Legendaris
Masyarakat Banjar meyakini jika resep asli bingka diciptakan oleh Putri Junjung Buih dari Kerajaan Negara Dipa yang merupakan nenek moyang Sultan Suriansyah dari Kerajaan Banjar. Sultan Suriansyah adalah nenek moyang masyarakat Banjar.
Menurut legenda, Putri Junjung Buih membuat kue itu hanya untuk para tamu istana. Itu adalah kue khusus untuk para bangsawan di masa itu. Rasa manis dan tekstur yang lembut dari kue itu sangat disukai para tamu yang mencicipinya.
Masyarakat Banjar memiliki tradisi untuk menyiapkan 41 jenis kue tradisional dalam acara-acara budaya atau keagamaan.
Tradisi itu mulanya adalah budaya masyarakat Hindu masa lalu untuk menghormati arwah agar mereka tidak mengganggu kehidupan manusia.
Setiap kue tampil dalam warna dan bentuk yang berbeda, yang masing-masing memiliki makna tersendiri.
Kue-kue yang ditampilkan di acara-acara khusus itu antara lain adalah bingka, kararaban, kikicak, bulungan hayam, kelalapon, cingkarok batu, pais waluh, wadai gayam, amparan tatak, pundut, dan ipau.
Baca juga: Bernostalgia kuliner banjar di Pasar Wadai Ramadhan
Pasar Online Ramadhan
Ke-41 jenis kue tradisional ini masih dapat ditemui selama Ramadhan, terutama di pasar Ramadhan.
Agenda tahunan ini digelar oleh Pemerintah Kota Banjarmasin dan diikuti puluhan pedagang yang menggelar beragam panganan.
Namun, selama pandemi COVID-19 ini pasar Ramadhan pun dipindahkan secara dalam jaringan atau online sejak 2020 untuk mencegah munculnya kerumunan.
Pada 2021, sedikitnya 145 pedagang turut berpartisipasi dalam acara yang difasilitasi pemerintah Banjarmasin melalui akun Instagram resminya itu.
Acara tahunan itu dibuka oleh Pejabat Wali Kota Banjarmasin Akhmad Fydayeen pada hari pertama Ramadhan yaitu 12 April.
“Pasar Ramadhan Banjarmasin merupakan acara rutin kota. Kami yakin bahwa pasar online ini tidak akan menurunkan antusiasme warga untuk berbelanja dan menikmati kuliner tradisional untuk mendukung usaha mikro, kecil dan menengah di bidang kuliner," kata Fydayeen.
Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Banjarmasin Ikhsan Al Haq mengatakan bahwa pasar itu digelar secara virtual untuk kedua kalinya melalui akun Instagram.
Ikhsan mengatakan omzet pada pasar Ramadhan 2020 meningkat menjadi Rp2.7 miliar dari Rp900 juta pada 2019.
“Ketika pasar Ramadhan digelar secara offline pada 2019, omzetnya tercatat Rp900 juta," katanya.
Saat ini sejumlah toko daring juga ikut menjajakan kue bingka sehingga bisa dinikmati seluruh Indonesia dan bisa dipesan di luar Ramadhan, namun di toko daring itu juga menawarkan kue bingka dari daerah lain.
Dengan semakin terbukanya informasi melalui internet, masyarakat banyak mencoba variasi kue binka yang ditampilkan sejumlah youtuber kuliner. Jadi kapan saja jika rindu bisa membeli melalui toko daring atau mencoba sendiri di dapur.
Baca juga: Kuliner Banjar warnai Pasar Wadai Ramadhan
Pewarta: Sri Haryati/Gusti NC Aryani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021