• Beranda
  • Berita
  • "Komitmen Bandung" Untuk Kemandirian Vaksin Islam

"Komitmen Bandung" Untuk Kemandirian Vaksin Islam

9 Agustus 2010 12:11 WIB
"Komitmen Bandung" Untuk Kemandirian Vaksin Islam
Dirut Bio Farma, Iskandar memaparkan presentasinya pada sidang tahunan keenam Bank Pembangunan Islam (IDB) di Bandung, Sabtu (7/8). (ANTARA/Maha Eka Swasta)
Bandung (ANTARA News) - Pertemuan Tahunan ke-6 Bank Pembangunan Islam (IDB) di Bandung 6-9 Agustus 2010 menghasilkan "10 Komitmen Bandung" untuk Program Kemandirian Produksi Vaksin di negara-negara Islam.

Kesepuluh butir rekomendasi hasil pertemuan yang dipimpin Ketua Sidang Iskandar, yang juga Direktur Utama PT Bio Farma, di Bandung, Senin, itu adalah:

1. Untuk mempercepat implementasi dari program kemandirian vaksin di tahun-tahun mendatang diusulkan kepada negara-negara Islam menyediakan tenaga-tenaga konsultan dan tenaga ahli untuk membantu mensupervisi implementasi dari proyek-proyek yang disetujui. Agar terlihat efektif, masing-masing peserta program kemandirian vaksin diminta untuk menyediakan informasi dalam situs yang telah disediakan dimana Bio Farma diminta memonitor aktivitas itu.

2. Mengingat pentingnya untuk mempromosikan penyediaan vaksin halal, IDB diminta untuk mendukung terhadap aktivitas supervisi yang relevan termasuk dengan otoritas keagamaan guna memastikan informasi yang relevan dan menjadi rujukan serta pedoman bagi industri baru. Bio Farma bersama Ninebio dan Razi Institute membentuk tim monitor kegiatan itu.

3. Bio Farma bersama Nine Bio dan Vacsera diminta mengelola dan memaksimalkan keberadaan dari situs internet yang berisi informasi mengenai kemandirian vaksin di antara negara-negara Islam. Para manajer situs terseut juga diminta untuk meningkatkan kominikasi dan memperkenalkan usulan kerjasama di antara masing-masing anggota secara efektif.

4. Peserta pertemuan tahunan diundang untuk memberikan makalah dan catatan pidato dihargai dengan tinggi sebagai kontribusi utama dalam pengetahuan membagi komponen aktivitas SRVP (self reliance in vaccine production program): untuk itu, partisipan menyerukan kerja sama yang lebih intensif dengan spesialis terkemuka dan sumber daya dari pusat yang sangat baik di dalam dan di luar negara-negara anggota OKI dalam kerangka program SRVP: IDB akan terus untuk membiayai keikutsertaan mereka dalam program SRVP.

5. Bio Farma dipilih sebagai titik fokus baru untuk pelaksanaan pengawasan proyek dan Institute Razi sebagai Manager Pelatihan; masing-masing institusi harus menyediakan IDB dengan nama dan alamat kontak masing-masing anggota staf yang bertanggung jawab.

6. Pembentukan atau penguatan NRAs yang diakui merupakan prasyarat yang diperlukan untuk prakualifikasi WHO, sehingga prioritas harus diberikan untuk bantuan teknis kepada NRAs yang relevan, dengan permintaan surat untuk mengajukan permohonan resmi kepada IDB untuk efek ini. Bantuan dari WHO untuk NRAs dipandang perlu untuk perumusan yang tepat proyek-proyek pembangunan kapasitas mereka. Dalam hal ini, NRA Indonesia akan membantu NRA di negara-negara Islam untuk memperbaiki sistem peraturan mereka untuk memenuhi persyaratan WHO saat dibutuhkan. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memimpin dalam membangun kapasitas area yang spesifik, berdasarkan pengalamannya yang sukses.

8. Mengingat biaya tinggi dan risiko tinggi yang terkait dengan pengembangan dan produksi vaksin, untuk vaksin Kaki dan Penyakit Mulut (PMK), Grup SRVP sangat menganjurkan keterlibatan sektor swasta, khususnya dalam Public Private Partnership dan kolaborasi dengan Global Finance aliansi dengan dukungan dari IDB. Indonesia akan membuka akses negara-negara OKI untuk pengembangan vaksin baru dengan menggunakan teknologi dari sistem pengiriman platform baru.

9. Disepakati para anggota SRPV untuk membentuk satuan kerja yang terdiri dari negara-negara anggota untuk mengusulkan formulasi sebagai masukan bagi WHO menyusun draft prakualifikasi baru. Indonesia dan Iran memberikan masukan bagi produser vaksin di negara anggota OIC mempercepat pencapaian prakualifikasi WHO.

10. Para partisipan mengakui efek negatif dari sanksi terhadap Republik Iran dalam pengembangan industri vaksin di negara itu dalam mengembangkan produksi vaksin, dimana hal tersebut sangat penting untuk kesehatan populasi. Mereka berharap segera dibentuk badan OIC. Pasteur Institute of Iran dan Razi Institute diminta untuk menindaklanjuti aksi ini.(*)

S033/B009


Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010