"Ini adalah suatu konsep futuristik yang perlu didukung oleh semua pihak. Baik dari internal kementerian maupun stakeholder lain termasuk akademisi,” ujar Dr Fredinan dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu.
Tiga pilar yang dimaksud adalah peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), peningkatan kesejahteraan nelayan dan peningkatan budidaya perikanan.
Fredinan mengemukakan, upaya untuk mewujudkan program prioritas yang sudah dicanangkan perlu membenahi siklus manajemen perikanan dan kelautan berkelanjutan.
Baca juga: Dirjen KKP: Ikan kerapu dari Natuna idola ekspor saat pandemi
Siklus manajemen tersebut terdiri atas komponen sumber daya alam, data dan sistem informasi, sistem manajemen yang kuat, kebijakan dan peraturan yang efektif, sinergitas dan keterpaduan sektor, serta nilai sosial dan ekonomi.
“Nilai sosial dan ekonomi yang merupakan output dari siklus manajemen hendaknya menjadi produk dari proses dari siklus manajemen. Ini bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi di sektor perikanan dan kelautan,” kata Fredinan.
Pencapaian setiap indikator target, kata Ferdinan, tidak cukup hanya membenahi satu atau dua komponen permasalahan perikanan saja. Ia pun menyebut, peningkatan PNBP sebagai indikator output berkaitan erat dengan kondisi sumberdaya yang merupakan indikator input.
"Jangan sampai ketika PNBP naik, tetapi kondisi sumberdaya dalam kondisi tidak baik,” katanya.
Sementara pada sektor kesejahteraan nelayan berkaitan erat dengan kesempatan, keadilan dan fasilitas. Nelayan harus mendapat hak prioritas dalam memanfaatkan sumber daya perikanan melalui pemberian fasilitas.
Baca juga: Menteri Trenggono: Tetap patuhi imbauan pemerintah untuk tidak mudik
Tidak hanya itu, kata Fredinan, nelayan juga harus mendapat program-program untuk kesejahteraan ekonomi sehingga mampu memenuhi kebutuhannya.
"Sedangkan pengembangan budidaya perikanan, perlu diperhatikan penataan ruang dan kualitas lingkungan. Dari sisi produksi seperti hatchery (budidaya produksi benih ikan), pakan dan teknologi, kebijakan, serta manajemen pasca panen juga harus diperhatikan,” ujar Fredinan.
Fredinan menambahkan beberapa kawasan budidaya ikan masih rawan terhadap gangguan limbah dan penurunan kualitas lingkungan perairan. Oleh karena itu, ia memandang perlu dibuat peraturan undang-undang yang tidak melihat dari 'kacamata' sektoral.
“Perumusan kebijakan harus terintegrasi dan diperlukan sistem kontrol yang merangkul semua kepentingan yang mengedepankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan perairan,” katanya.
Menurutnya, peraturan yang ada di darat maupun di laut hendaknya disinergikan dan terintegrasi terhadap pentingnya mempertahankan keberadaan sumberdaya perikanan.
Dengan demikian akan tercipta keberlanjutan pembangunan perikanan dan kelautan yang merupakan satu sistem yang memiliki konektivitas antara keberlanjutan sumberdaya, keberlanjutan pemanfaatan, dan keberlanjutan ekonomi.
Baca juga: KKP kenalkan platform pelatihan daring di Asia Tenggara
Baca juga: KKP: Penyaluran KUR sektor kelautan dan perikanan capai Rp1,71 triliun
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021