Ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta pada Rabu, Retno mengatakan dengan dikeluarkannya siswi itu dari sekolah telah menghilangkan hak atas pendidikan dari siswi tersebut.
"KPAI tentu prihatin dengan dikeluarkannya MS pembuat konten TikTok yang diduga menghina Palestina, karena artinya MS sebagai peserta didik kehilangan hak atas pendidikannya padahal sudah berada di kelas akhir," ujar Retno, menjawab pertanyaan ANTARA.
Baca juga: Polisi minta setop perundungan terhadap siswi yang hina Palestina
"Dinas Pendidikan harus memenuhi hak atas pendidikan MS, karena dikhawatirkan setelah viral kasus video TikTok tersebut, maka banyak sekolah juga menolak mutasi MS," tambahnya.
Menurut Retno, terdapat informasi bahwa siswi itu sudah berusia 19 tahun dan sudah bukan masuk usia anak yang menjadi kewenangan dari KPAI, yaitu sampai usia 18 tahun.
Karena soal usia masih simpang siur, maka KPAI akan menelusuri kebenarannya. Jika masih dalam usia anak, maka KPAI akan menangani kasus itu.
Namun, dia tetap mendorong agar siswi itu menerima konseling agar tidak mengulangi perbuatannya dan tidak dikeluarkan dari sekolah.
Dia menyoroti bahwa siswi tersebut telah meminta maaf dan menyesali perbuatannya, jadi seharusnya patut diberi kesempatan untuk memperbaiki diri.
Terkait kasus itu, Retno mengatakan KPAI akan melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Bengkulu untuk pemenuhan hak atas pendidikan MS.
"KPAI mendorong para orang tua untuk mengedukasi dan mengawasi anak-anaknya dalam menggunakan media sosial," ujarnya.
Baca juga: Dilarang bertemu anak 2 bulan, seorang ibu mengadu ke lembaga hukum
Baca juga: Anggota KPAI akan temui korban TPPO anak di Jakarta Utara
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021