Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya untuk terus membangun solidaritas global agar pemulihan dari dampak COVID-19 dapat berjalan secara lebih seimbang.Tentunya proyeksi ini sangat tergantung pada kemampuan dunia mengendalikan COVID-19 dan keberhasilan dari vaksinasi global
“Pemulihan perekonomian global dibayangi risiko kecepatan pemulihan yang tidak sama antarnegara,” kata Menkeu Sri Mulyani pada Paripurna DPR Penyampaian KEM PPKF RAPBN 2022 di Jakarta, Kamis.
Sri Mulyani menyebutkan salah satu bentuk solidaritas global tersebut adalah mengenai kepastian tersedianya akses vaksin yang merata bagi seluruh negara di dunia.
Ia menyatakan selama ini negara-negara dengan akses dan kemampuan vaksinasi yang mumpuni serta memiliki sumber daya besar untuk memberikan stimulus dapat pulih lebih cepat.
Baca juga: Mandiri ungkap tiga risiko pengaruhi pemulihan ekonomi global
Di sisi lain, lanjut Sri Mulyani, COVID-19 tidak akan mampu teratasi apabila semua negara belum mendapat akses vaksin yang memadai.
Tak hanya itu, kata dia, memadainya vaksin bagi seluruh negara juga semakin mampu mendukung terjadinya pemulihan yang saat ini beberapa indikator ekonomi telah menggambarkan perbaikan.
Sri Mulyani menjelaskan saat ini pasar keuangan global cenderung stabil yaitu terlihat dari turunnya indeks volatilitas di pasar saham dan pasar obligasi global serta aliran modal ke emerging market yang terus menunjukkan tren positif.
Indikator PMI Manufaktur Global pada April 2021 yang telah mencapai 55,8 dan merupakan angka tertinggi sejak April 2010 juga menjadi sinyal pemulihan.
Baca juga: Kemenkeu: PMI Manufaktur global dan RI tinggi, cermin perbaikan bisnis
Kemudian, indikator Baltic Dry Index yang menunjukkan aktivitas perdagangan global turut mencapai level tertinggi sejak Agustus 2019.
Selanjutnya, kata Sri Mulyani, harga komoditas global yang merupakan indikator penting bagi APBN juga terus menunjukkan tren kenaikan bahkan telah lebih tinggi dari level sebelum pandemi.
Di sisi lain Sri Mulyani mengatakan proyeksi kenaikan inflasi yang meningkat di Amerika Serikat (AS) berpotensi mengancam momentum pemulihan ekonomi, apabila diikuti dengan pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral negara itu, Federal Reserve (Fed).
Hal Ini dapat menciptakan efek rambatan atau spillover, volatilitas, dan ketidakpastian di sektor keuangan, serta dinamika arus modal global seperti saat terjadinya taper tantrum.
Baca juga: Sri Mulyani: Pemulihan ekonomi global dibayangi lonjakan kasus COVID
Selain itu Sri Mulyani menekankan kewaspadaan terhadap ketidakpastian pada harga komoditas, khususnya dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi China yang diperkirakan melanjutkan rebalancing economy.
Ia melanjutkan IMF sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan mencapai enam persen pada 2021 didukung oleh base-effect akibat kontraksi ekonomi pada 2020.
Untuk 2022, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan menuju trajektori normalnya di kisaran 4,4 persen.
“Tentunya proyeksi ini sangat tergantung pada kemampuan dunia mengendalikan COVID-19 dan keberhasilan dari vaksinasi global,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Baca juga: Bank Indonesia naikkan proyeksi ekonomi global jadi 5,7 persen
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021