"Kita ikut bersalah kalau membiarkan itu. Kalau dikatakan itu hanya urusan orang Arab, kita salah," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Oleh sebab itu, lanjut dia, dunia internasional diharapkan bisa terus mendorong penyelesaian konflik Palestina-Israel melalui berbagai cara. Indonesia, sebagai negara yang cukup diperhitungkan bisa berperan lebih agar perdamaian terwujud.
Azyumardi Azra intelektual muslim yang juga pemerhati sejarah menilai apa yang Israel lakukan terhadap Palestina mengulangi yang mereka rasakan pada perang dunia kedua dan sebelumnya. Saat itu, 11 juta orang meninggal dan enam juta di antaranya bangsa Yahudi.
Baca juga: DMI serukan masjid galang sumbangan untuk Palestina
Baca juga: Moeldoko: Sikap Indonesia terhadap Palestina tidak pernah berubah
Baca juga: Indonesia harap penghentian kekerasan yang berkelanjutan di Gaza
Yahudi menggunakan istilah pogrom untuk menyebut apa yang mereka rasakan saat itu. Sekarang, Palestina merasakan hal yang sama. Israel juga menghancurkan berbagai fasilitas publik termasuk rumah ibadah dan sarana kesehatan.
"Apa yang terjadi hari ini di Gaza adalah pogrom yang dilakukan orang yang awalnya jadi korban pogrom," kata Azyumardi.
Ia menegaskan serangan Israel ke Palestina tidak bisa dibiarkan. Narasi serangan ke Palestina tidak bisa dibenarkan dan harus terus disuarakan.
Menurutnya, pernyataan sikap bersama Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam yang mengutuk agresi militer di Palestina tidaklah cukup.
"Saya meminta Presiden Jokowi menelepon Joe Biden. Indonesia ini diperhitungkan Amerika Serikat, jadi segera telepon Joe Biden," tegasnya.
Negara-negara lain juga bisa serius mengancam membekukan hubungan diplomatik dengan Israel. Langkah selanjutnya adalah rekonsiliasi Fatah-Hamas, perang saudara di Palestina yang sudah berlangsung sejak 2006.
"Selama Fatah dan Hamas berkelahi, selama itu Israel melakukan pogrom," katanya.
Senada dengan itu, Wakil Rektor IAIN Salatiga Sidqon Maesur yang cukup lama bekerja di Mesir mengaku sempat berbincang dengan juru runding Israel. Perdamaian Arab dan Israel selalu menemui jalan buntu karena masing-masing menuntut keadilan dan haknya.
"Israel dan Arab saling punya syarat yang sulit diterima. Israel mengatakan kalau mau berdiri negara Palestina silakan, tapi jangan ada tentara. Mereka khawatir," ujar dia.
Sebagaimana Azyumardi, Sidqon juga berharap Indonesia bisa lebih berperan dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah. Sebab, konflik ini tidak bisa diselesaikan orang Arab saja.
Pendiri Setara Institute yang juga aktivis hak asasi manusia (HAM) Hendardi menilai baik Palestina maupun Israel berkontribusi pada konflik. Tidak ada pihak paling benar. Konflik semakin rumit karena ada narasi perang agama.
Hendardi juga mengecam fakta bahwa Israel menghabisi manusia, termasuk anak-anak dan perempuan.
"Apa yang dilakukan Israel bukan hanya perebutan tanah, tapi penghancuran kemanusiaan. Israel mengabaikan jaminan perlindungan hak asasi manusia dalam perang. Sekalipun perang, seharusnya tetap patuh hukum hak asasi manusia," kata Hendardi.
Selain membunuh anak-anak dan perempuan, serangan Israel juga menghancurkan sarana dan prasarana kesehatan. Banyak tenaga medis yang ikut jadi korban. Hal itu jelas melanggar Konvensi Jenewa yang juga ditandatangani Israel.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021