• Beranda
  • Berita
  • Efektivitas film pendek untuk edukasi oleh para pejuang lingkungan

Efektivitas film pendek untuk edukasi oleh para pejuang lingkungan

21 Mei 2021 13:17 WIB
Efektivitas film pendek untuk edukasi oleh para pejuang lingkungan
Ilustrasi - Lomba film pendek. ANTARA.
Saluran komunikasi massa kini kian beragam, tak sebatas iklan layanan masyarakat bahkan film pun bisa menjadi sarana untuk mengedukasi masyarakat untuk tujuan tertentu salah satunya upaya pelestarian lingkungan.

Terlebih saat ini ketika generasi muda cenderung gandrung pada narasi-narasi visual dan story telling maka film khususnya yang bergenre film pendek pun dinilai sangat efektif untuk menyampaikan pesan.

Tak heran jika kini banyak pihak menggunakan film pendek sebagai sarana mereka untuk menyampaikan pesan-pesan entitas tertentu, salah satunya Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) yang menggagas sebuah film pendek terkait pelestarian lingkungan.

Film pendek mengisahkan perjuangan seorang nenek dan cucunya untuk menyelamatkan daerah mereka dari ancaman krisis air akibat kerusakan lingkungan. Film ini juga mengajak masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sampah botol plastik bekas untuk kebutuhan sehari hari termasuk menjadi pot media tanam di halaman rumah.

Film edukasi lingkungan berjudul “Nenek Bromo Tengger” itu merupakan hasil karya Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU), Imam Pituduh (Gus Imam).

“Gagasannya sebenarnya dari film ini yang pertama terkait krisis ekologi. Kita melihat dunia ini mengalami ancaman krisis terutama krisis air, di mana pada 2025-2030 dunia akan mengalami krisis air. Kedua adalah krisis ancaman bencana ekologi di Pulau Jawa, terutama di nusantara kita secara umum itu sudah luar biasa. Nah, dari dua landasan itulah kita kemudian ingin bagaimana mewujudkan sustainable livelihood dan penopang kehidupan itu,” ujar Gus Imam.

Baca juga: KLHK rilis film pendek "Bude Jo Belajar Kelola Sampah"

Baca juga: "Istiqlal" pilihan film pendek untuk temani ngabuburit


Tak tanggung-tanggung idenya itu mendapatkan sambutan dan dukungan langsung dari entitas bisnis salah satunya Danone-AQUA.

Dalam pembuatan film ini, Gus Imam mengatakan NU Channel kemudian bekerja sama dengan Danone-AQUA. Kerja sama ini terjalin karena ada kesamaan misi dalam upaya penyelamatan lingkungan. “Khususnya di Bromo, itu ada juga program konservasi air di sana,” katanya.

Dia mengatakan selain di NU Channel, film ini akan disebarkan di satelit dan jaringan-jaringan PBNU dalam upaya untuk mengedukasi. Ia menambahkan, penyebaran film ini akan dilakukan melalui metode omni channel, yaitu offline dan online channel.

Distribusi online akan disebar melalui jaringan seluruh sosial media dan perangkat satelit dan TV kita. Di luar itu, mereka akan go to market atau GTM. “Kami akan mengedukasi anak sekolah dan pesantren NU. Jadi, kami mengedukasi melalui jejaring yang ada di internal NU. Kami juga sebarkan film ini sampai ke kedutaan-kedutaan seluruh dunia. Karena, message-nya ini bukan hanya untuk Indonesia saja tapi untuk dunia juga,” katanya.

Penopang kehidupan

Film pendek yang dibuat tak semata edukasi tentang air melainkan ekosistem penopang di dalamnya.

Imam mengatakan air sebagai penopang kehidupan itu tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya tanaman. Itu artinya, tanaman ini harus terus ada sehingga keberadaan air masih tetap ada.

“Jadi, kalau kita berbicara tentang air maka kita harus berbicara hutan. Perintah agamanya, tanamlah pohon itu meski esok kiamat. Jadi meskipun besok ada kiamat, jika di tangan kita ada pohon, itu wajib ditanam. Jadi, itu yang menjadi landasan kenapa film ini harus ada,” tuturnya.

Ia pun mengungkap alasan pemilihan tokoh seorang nenek dan cucunya dalam film ini, karena menurut dia hal itu akan sangat mudah menggambarkan bahwa orang tua itu yang akan meneruskan ke generasi ke depan untuk belajar cinta terhadap lingkungan.

Selain itu, film ini juga menyelipkan pesan bagaimana mengalirkan air dari sumbernya ke hilir dengan baik. “Artinya, orang tidak boleh hanya berorientasi kepada eksploitasi, tapi bagaimana juga berorientasi kepada konservasi. Nah, ini kan juga kritik sosialnya kepada semua yang harus hati-hati juga ke depan karena over eksploitasi terjadi. Jadi, neraca sumber daya alam dan air harus dikalkulasi ulang, sehingga penyangga kehidupan itu tidak hilang,” tukasnya.

Di luar isu pohon dan air, kata Gus Imam, isu ancaman sampah plastik terhadap lingkungan juga diangkat dalam film ini. Menurutnya, krisis ekologi itu salah satunya karena plastik yang tidak dikelola dengan baik.

Baca juga: Tips syuting film dengan ponsel ala Joko Anwar

Polusi sampah plastik itu menjadi isu dunia yang harus bisa dibantu dalam menyelesaikannya. Sampah plastik cenderung tidak bisa diurai oleh bakteri tanah, karenanya semua pihak harus punya kesadaran untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Apalagi sampah plastik ini belum banyak yang bisa menyelesaikannya. Industri daur ulang saja baru bisa menyerap kira-kira 60 persen sampah plastik ini. Yang 40 persen sisanya kan masih belum terselesaikan. Oleh karena itu dalam film ini digambarkan bagaimana masyarakat bisa memanfaatkan kemasan botol air mineral untuk kebutuhan sehari hari seperti menjadi pot tanaman di halaman rumah.

Pemilihan lokasi

Film ini mengambil lokasi di Bromo dengan berbagai pertimbangan tertentu yang menurut Gus Imam, lebih karena Bromo memilliki keunikan yang luar biasa. Pertama, di Bromo itu ada kekhasan masyarakat yakni suku Tengger yang memiliki kearifan lokal yang luar biasa tinggi. Suku Tengger itu umumnya kalau mengambil air dari sumber mata air yang jauh itu menggunakan bambu.

Selain itu, Bromo juga memiliki lokasi wisata yang sangat indah yang masuk dalam 10 destinasi super prioritas tapi masih perlu untuk terus diekspos. Menurut Gus Imam, promosi ini harus digenjot, terutama bagi wisatawan melalui pintu Pasuruan.

“Padahal, kalau orang mau melihat pasir berbisik dan sunrise itu semua harus melalui pintu Pasuruan. Tapi selama ini Pasuruan belum terdorong. Wisatawan masih melalui pintu lain, yaitu Probolinggo dan Malang,” tukasnya.

Hal lain kenapa film ini mengambil lokasi Bromo adalah kawasan karena adanya konservasi Balai Taman Nasional. “Kawasan ini tidak boleh rusak karena merupakan cagar biosfer. Jadi harus dilestarikan karena di sana banyak juga flora dan fauna. Jadi keanekaragaman hayati di sana banyak sekali,” ujarnya.

Jadi, kata Gus Imam, film ini memberikan pesan bahwa people, planet, dan prosperity, harus berjalan seimbang. “Jadi itu mimpi kita. Filmnya sangat pendek tapi bagaimana pesan itu bisa tersampaikan kepada masyarakat luas,” tuturnya.

Arif Mujahidin, Corporate Communications Director Danone Indonesia mengatakan bahwa dukungan terhadap pembuatan film edukasi ini lebih karena demi terwujudnya semangat One Planet One Health yang seirama dengan tema film tersebut.

Pihaknya sebagai pelaku industri percaya bahwa kesehatan manusia berkaitan erat dengan kesehatan planet, jadi kampanye dan edukasi untuk menjaga kesehatan planet harus mendapat dukungan dari semua pihak.

Banyak yang kemudian bahwa film pendek akan sangat efektif untuk menjadi instrumen bagi pejuang lingkungan dalam mengedukasi masyarakat. Sebab planet ini perlu lestari demi menyangga kehidupan ribuan tahun lagi.

Baca juga: Mobile Legends eParty hadirkan film pendek hingga skin gratis

Baca juga: Angga Sasongko bikin film pendek pakai HP, ini fitur yang digunakan

Baca juga: Atiqah puji upaya Bupati Bogor hidupkan kembali industri perfilman

 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021