"Saya sudah menyampaikan seruan itu kepada Menteri Luar Negeri Australia, Stephen Smith, dalam bentuk surat tertulis agar pemerintahan negara itu ikut bertanggungjawab atas muntahan minyak mentah di Laut Timor akibat meledaknya kilang minyak Montara pada 21 Agustus 2009 lalu," katanya kepada pers di Kupang, Kamis.
Tanoni, yang juga mantan agen Imigrasi Kedutaan Besar Australia, menyatakan bahwa sebelumnya ia juga telah mengirim surat protes kepada Menteri Perhubungan (Menhub), Freddy Numberi, dan operator ladang minyak Montara PTTEP Australasia yang akan melakukan negosiasi tertutup penyelesaian ganti rugi di Singapura pada 22 Agustus mendatang.
"Persoalan pencemaran minyak di Laut Timor adalah menyangkut nasib para nelayan dan petani rumput laut yang ada di Nusa Tenggara Timur, sehingga bentuk perundingan soal ganti rugi harus dilakukan setransparan dan sepolos mungkin," ujarnya.
Ia menegaskan Tragedi Montara bukanlah merupakan urusan politik ataupun urusan diplomatik dan bukan juga urusan Illegal Fishing, dan pelintas batas, tetapi murni masalah lingkungan hidup dan persoalan kemanusiaan yang bersifat universal.
Penulis buku "Skandal Laut Timor Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta" tersebut mengemukakan, perlu dilakukan sebuah penyelidikan secara menyeluruh dan ilmiah untuk mengukur kadar ganti rugi yang sesungguhnya.
Berdasarkan hasil uji laboratorium di Australia (Leeders and Consulting Australia Pty.Ltd) terhadap contoh tumpahan minyak yang dikirim oleh Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) kepada Senator Rachel Siewert yang kemudian meneruskannya kepada Komisi Penyelidik Australia, menunjukkan bahwa jenis minyak yang dikirim YPTB itu sama dengan minyak yang bersumber dari Montara.
Tanoni melihat ada sebuah keanehan yang luar biasa setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan PTTEP Australasia harus bertanggungjawab atas tumpahan minyak yang mencemari perairan Indonesia.
"Seketika itu semua kementerian terkait merasa panik dan bertindak cepat seperti disambar petir di siang bolong, karena tragedi Montara dibiarkan tanpa diurus hampir setahun lamannya. Menteri terkait pun langsung melakukan negosiasi dengan PTTEP Australasia tanpa melakukan sebuah penyilidikan sedikit pun. Ada apa sebenarnya dibalik semuanya ini," katanya dalam nada tanya.
Tanoni mengatakan cara penanganan tumpahan minyak di Gulf of Mexico, tidak kurang dari 250 buah kapal berbagai jenis dan ukuran dan ribuan orang terlibat membendung meluasnya tumpahan minyak di Teluk Mexico itu.
Sementara itu, ia menilai, tumpahan minyak Montara yang mencemari wilayah perairan Indonesia dibiarkan mengalir begitu saja bagaikan aliran Sungai Bengawan Solo yang meluap sampai jauh.
Menurut dia, pemerintah Federal Australia harus bertanggungjawab sepenuhnya atas tragedi Montara ini dengan mendesak PTTEP Australasia untuk mendanai sebuah investigasi yang menyeluruh dengan melibatkan para ahli dari Indonesia, Australia, dan masyarakat NTT yang selama ini diadvokasi oleh YPTB.
Selain itu, pihaknya juga mendesak Pemerintah Australia agar seluruh dana bantuan Ausaid yang disalurkan ke kawasan timur Indonesia dialihkan menjadi sebuah Crash Programme Grant untuk memberi santunan bagi masyarakat NTT yang terkena dampak dari tragedi Montara.
(T.ANT-084/L003/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010