Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menilai dugaan kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia merupakan peringatan atau "warning" bagi ketahanan siber Indonesia karena itu dibutuhkan langkah bagi perlindungan data pribadi setiap warga.
"Dugaan kebocoran data masyarakat Indonesia menjadi bukti perlindungan data pribadi di Indonesia masih sangat lemah. Dan ujung-ujungnya masyarakat yang selalu menjadi korban," kata Guspardi di Jakarta, Minggu.
Baca juga: F-PAN usulkan panggil BPJS Kesehataan terkait dugaan kebocoran data
Menurut dia, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengonfirmasi bahwa kebocoran data bukan berasal dari kementerian tersebut.
Dia menjelaskan, dari hasil analisis Tim Ditjen Dukcapil Kemendagri telah memastikan dugaan kebocoran 279 juta data penduduk bukan bersumber dari instansinya.
Guspardi mengatakan, dari hasil penelusuran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang disampaikan juru bicaranya telah menemukan dugaan bahwa sampel data yang beredar identik dengan data dari BPJS Kesehatan.
"Kominfo semestinya mengambil langkah cepat dengan memblokir segera situs Raidforums.com sehingga akses ke situs tersebut tidak bisa dilakukan," ujarnya.
Dia juga berharap Komisi IX DPR segera memanggil direksi BPJS Kesehatan untuk dimintai keterangannya terkait dugaan kebocoran data tersebut.
Menurut dia, pemanggilan tersebut sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
"Selain itu, pemerintah juga harus segera menginvestigasi kasus dugaan kebocoran data 297 juta penduduk Indonesia. Apakah benar website BPJS Kesehatan yang berhasil dibobol atau sistem informasi lain yang diretas," ujarnya.
Baca juga: Anggota DPR: Investigasi dugaan kebocoran data 279 juta penduduk
Politisi PAN itu meminta aparat penegak hukum dan lembaga terkait harus segera bertindak untuk mencari tahu apa penyebab dan siapa yang bertanggung jawab atas kebocoran data yang diperjualbelikan di forum peretas Raidforums.com dan sekarang viral di media sosial.
Guspardi meminta agar semua penyedia platform digital dan pengelola data pribadi semakin meningkatkan dan menjaga keamanan data pribadi yang dikelola dengan menaati ketentuan perlindungan data pribadi yang berlaku serta memastikan keamanan sistem elektronik yang dioperasikan.
"Pemerintah perlu melakukan langkah preventif agar kejadian serupa tidak berulang lagi ke depannya sehingga upaya pelindungan data pribadi bisa dijamin. Karena kerahasiaan dan keamanan data penduduk itu sangat penting.," katanya.
Dia mengaku khawatir dengan terjadinya kebocoran data penduduk tersebut akan dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sebelumnya, akun Twitter @ndagels menginformasikan bocornya 279 juta data penduduk Indonesia. Informasi pribadi yang bocor meliputi NIK (Nomor Induk Kependudukan), nama, alamat, nomor telepon.
Sementara itu, Kementerian Kominfo telah menyatakan, dari hasil investigasinya ditemukan bahwa dugaan kebocoran data tersebut adalah sampel data yang diduga kuat identik dengan data BPJS Kesehatan.
Juru bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi mengatakan data yang diduga kuat dengan data BPJS Kesehatan karena didasarkan data Nomor Kartu (Noka), Kode Kantor, Data Keluarga/Data tanggungan, dan status pembayaran yang identik dengan data BPJS Kesehatan.
"Sampel data pribadi yang beredar telah diinvestigasi sejak 20 Mei 2021. Investigasi menemukan bahwa akun bernama Kotz menjual data pribadi di Raid Forums. Akun Kotz merupakan pembeli dan penjual data pribadi atau 'reseller'," kata Juru bicara Kemenkominfo Dedy Permadi, Jumat (21/5).
Dia menjelaskan, data sampel yang ditemukan tidak berjumlah 1 juta seperti klaim penjual namun berjumlah 100.002 data. Dedy menegaskan bahwa Kominfo telah melakukan berbagai langkah antisipatif untuk mencegah penyebaran data lebih luas dengan mengajukan pemutusan akses terhadap tautan untuk mengunduh data pribadi tersebut.
Baca juga: Data 279 juta penduduk Indonesia diduga bocor dan diperjualbelikan
Baca juga: Sampel data bocor diduga identik dengan data BPJS Kesehatan
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021