"Dengan begitu kanal utama media sosial bisa semarak dengan konten-konten bagus," kata Deputi Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan BPIP, Prakoso, dalam diskusi "Peran Penting Media Sosial Dalam Pembinaan Ideologi Pancasila Bagi Generasi Muda", secara daring, Senin (24/5).
Hadir pula narasumber lain; Sekjen sekaligus Plt. Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Mira Tayyiba, Kasubdit III Cybercrime Bareskrim Mabes Polri Kombes Dani Kustoni, dan Founder Drone Emprit Ismail Fahmi. Diikuti pula anggota Purna Paskibraka Indonesia (PPI) seluruh Indonesia.
Prakoso melanjutkan, BPIP bertugas mengarusutamakan nilai-nilai Pancasila melalui media sosial agar bisa diterima masyarakat.
Ada beberapa strategi, selain memproduksi sendiri konten-konten positif, BPIP juga melibatkan banyak pihak agar terlibat dalam mengekspos konten keberagaman dan nasionalisme.
BPIP, kata Prakoso, juga aktif mengadakan lomba-lomba di berbagai platform medsos, bikin serial film dan animasi untuk mengubah mindset seperti cinta Tanah Air.
"BPIP menggandeng anak muda untuk punya semangat nasionalisme dan kearifan lokal. Mohon konten-konten ini nanti bisa disebarluaskan," selorohnya.
Prakoso berharap angka aktualisasi nilai Pancasila sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), bisa mencapai 77 persen pada akhir 2024. Saat ini baru 71 persen.
Mira Tayyina menimpali, produksi konten negatif di internet memang luar biasa. Sampai tahun ini, kementeriannya sudah memblokir 2,6 juta konten negatif seperti pornografi, penipuan, dan perjudian
"Produksi hoaks juga sama banyaknya. Tak cukup mengisolasi konten atau memblokir. Dibutuhkan kontra narasi. Walau informasi itu salah, bisa jadi sudah menjadi kebenaran karena opini masyarakat sudah terbentuk," ungkap Mira.
Alhasil, masyarakat membutuhkan literasi media. Agar bisa membedakan informasi benar-salah, hoaks atau disinformasi. "Perlu diingatkan saring sebelum sharing. Saring dulu informasi itu sebelum menyebarkannya," tandas Mira.
Adapun Kombes Dani Kustoni menyebut penyebaran konten hoaks masih ada, meski tak sebanyak saat pemilu lalu. Padahal ujaran kebencian sangat berbahaya. Bisa memicu radikalisme, konflik sosial, bahkan disintegrasi. "Butuh produksi konten positif. Sehingga bisa menghadirkan masyarakat yang tidak provokatif," tukas Dani.
Sementara Ismail Fahmi menilai apa yang dilakukan BPIP sudah baik. Agar lebih banyak diapresiasi publik, ia menyarankan konten-konten lebih humanis.
"Hindari jargon karena tidak cocok buat generasi milenial. Libatkan generasi muda dalam lomba film dan lain-lain. Hindari penggunaan buzzer dan robot. Karena hanya bikin trending doang tapi enggak ke mana-mana," pesan Ismail.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2021