Partner of Tax Research & Training Services dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiadji menilai carbon tax atau pajak karbon berpeluang diterapkan di Indonesia.
“Pajak karbon dapat menjadi instrumen untuk menjaga lingkungan sekaligus berorientasi pada penerimaan,” kata Bawono Kristiaji kepada Antara, Senin.
OECD dalam publikasinya berjudul Taxing Energy Use for Sustainables Development (2021), lanjut Bawono, menyarankan pengenaan pajak karbon sebagai solusi mitigasi iklim sekaligus sumber penerimaan baru pascapandemi COVID-19.
Alasan kedua, kata dia, pajak karbon adalah salah satu wujud dari pigouvian tax yang berupaya mengoreksi aktivitas ekonomi dengan eksternalitas negatif. Skema internalisasi biaya eksternalitas negatif diterapkan dengan adanya pajak yang harus ditanggung pelaku yang menghasilkan emisi karbon.
Baca juga: Pemerintah diminta beri insentif pajak bagi industri netral karbon
“Sifatnya yang mengurangi eksternalitas negatif tersebut selaras dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan,” jelas dia.
Lebih lanjut dia menilai penerapan pajak karbon relevan dengan kondisi Indonesia saat ini yang merupakan salah satu dari 20 negara penghasil emisi karbon terbesar di dunia.
“Berdasarkan BP Statistical Review of World Energy pada 2019, Indonesia masuk 5 negara penghasil emisi karbon terbesar di Kawasan Asia Pasifik,” tuturnya.
Sedangkan alasan keempat Bawono mengatakan pajak karbon berpotensi diterapkan di Indonesia karena pengenaan pajak karbon pro terhadap kesejahteraan masyarakat miskin. Hal tersebut didasarkan pada UN World Social Report 2020 yang mengatakan perubahan iklim akan memberikan kerentanan dan dampak negatif yang lebih besar bagi kelompok miskin.
Baca juga: Anggota DPR dukung insentif pajak bagi industri terapkan netral karbon
Selain itu, penerapan pajak karbon juga selaras dengan tren internasional dimana pajak karbon setidaknya telah diterapkan di 25 negara di seluruh dunia, seperti berbagai negara di Uni Eropa, Kanada, Singapura, Jepang, Ukraina, dan Argentina.
“Penerapan pajak ini juga telah berhasil mengurangi emisi karbon. Sebagai contoh, Swedia telah berhasil menurunkan tingkat emisi karbonnya sebesar 25 persen sejak 1995. Oleh sebab itu, Indonesia dapat mencontoh negara-negara yang berhasil dalam menerapkan pajak karbon,” ujarnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan terdapat sejumlah pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang perubahan kelima tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Diantaranya, PPN termasuk PPh orang per orang dan pribadi, pengurangan tarif PPh badan dan terkait PPN barang/jasa, PPnBM, UU Cukai, serta terkait carbon tax, hingga pengampunan pajak (tax amnesty).
“Jadi ada beberapa hal yang akan dibahas, hasilnya kita tunggu pembahasan dengan DPR,” ujar Airlangga.
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021