"Jumlah dokter di Kota Saumlaki, Ibu Kota Kabupaten MTB, tidak lebih dari sepuluh orang, apalagi untuk Puskesmas atau Pustu di daerah kecamatan dan pedesaan sangat minim sehingga penanganan penderita yang tertular virus rabies lambat," kata Kabid Pemberantasan Penyakit Menular Dinkes Kabupaten MTB, dr. Theo Resiloy, yang dikonfirmasi dari Ambon, Rabu.
Kondisi itu diperparah dengan masih minimnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan penyakit berbahaya seperti rabies, ditambah sikap menyayangi anjing peliharaan yang berlebihan sehingga mereka tidak rela peliharaan mereka dimusnahkan.
Menurut Theo, Dinkes MTB telah melakukan koordinasi dengan Camat Tanimbar Utara untuk proaktif memberikan sosialisasi kepada warga, sekaligus memberi penjelasan mengenai cara pencegahan pertama kepada korban gigitan anjing gila, dengan mencuci luka pakai sabun berulang kali.
Sejak didatangkannya vaksin oleh pemerintah dalam jumlah memadai, status Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies di Tanimbar Utara tidak lagi diberlakukan, karena 99 persen dari 375 korban gigitan anjing gila sudah bisa diatasi.
Sementara itu anggota DPRD Maluku asal Daerah Pemilihan (Dapil) MTB dan Maluku Barat Daya (MBD), Melky Syairdekot, mendorong Dinkes bersama Dinas Pertanian Provinsi untuk melakukan koordinasi secara terus-menerus dengan Pemerintah Pusat serta Dinkes MTB untuk menangani wabah rabies hingga tuntas.
"Wabah rabies di Kecamatan Tanimbar Utara harus ditangani serius sehingga tidak ada lagi korban yang berjatuhan karena alasan kekurangan vaksin," katanya.
Menyangkut minimnya tenaga dokter dan medis di Kabupaten MTB, Melky mengatakan persoalan tersebut bisa dimaklumi karena kondisi seperti itu terjadi di 11 Kabupaten dan Kota di Provinsi Maluku.
"Rata-rata kita di Maluku dengan kondisi kepulauan yang terpencil merupakan kendala tersendiri, tapi Pemkab MTB sudah menerapkan program pengiriman anak daerah berprestasi untuk mengikuti pendidikan kedokteran di luar daerah," katanya.(*)
(T.D008/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010