Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meluncurkan buku karyanya ke-19, berisi penjelasan tentang urgensi restorasi haluan negara dalam paradigma Pancasila dan reposisi haluan negara sebagai wadah aspirasi rakyat.
Bamsoet menjelaskan buku tersebut menggambarkan pentingnya Indonesia memiliki Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai "bintang" penunjuk arah, yang memberikan kepastian keberlanjutan dan kesinambungan pembangunan antara pusat dan daerah, serta antara satu periode pemerintahan ke periode pemerintahan penggantinya.
"Tanpa PPHN, Indonesia tidak ubahnya seperti kapal besar yang tengah berlayar di tengah samudra, namun tidak memiliki kompas sebagai penunjuk arah. Sehingga tidak jelas mau berlabuh kemana, tidak jelas juga apa yang mau dicapainya," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Hal itu dikatakannya dalam peluncuran dan diskusi buku karya Ketua MPR RI berjudul "Cegah Negara Tanpa Arah" di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Bamsoet menilai diperlukan PPHN agar tujuan Indonesia seperti yang diamanatkan konstitusi yaitu terwujud-nya negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, bisa segera terwujud.
Dia menjelaskan, keberadaan PPHN akan menggambarkan capaian besar yang ingin diraih Indonesia dalam 50 sampai 100 tahun ke depan.
Baca juga: Bamsoet tegaskan komitmen MPR wujudkan PPHN
Baca juga: MPR dukung peningkatan kerja sama ekonomi Indonesia-Guatemala
"Presiden, gubernur, bupati/wali kota terpilih bertugas menjabarkan teknis cara pencapaian arah besar Indonesia yang terangkum dalam PPHN. Karena itu visi misi calon presiden, gubernur, dan bupati/wali kota akan merujuk kepada PPHN sebagai visi misi negara," ujarnya.
Politisi Partai Golkar itu meyakini jika PPHN itu terwujud maka tidak ada lagi proyek yang mangkrak atau proyek pembangunan yang dikerjakan serampangan seperti yang pernah dikeluhkan Presiden Joko Widodo.
Dia juga yakin ketika PPHN terwujud maka tidak akan ada program pemerintah daerah yang tidak sinkron dengan program pemerintah pusat, seperti yang pernah terjadi ada pembangunan waduk, tetapi tidak ada irigasinya dan ada pelabuhan, namun tidak ada akses jalan.
Dalam diskusi buku tersebut, Rektor IPB sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia Arif Satria menjelaskan, pada proses transisi demokrasi, isu mendesak yang perlu diselesaikan Indonesia adalah terkait arah pembangunan nasional.
Dia melihat perencanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah dan pemerintah pusat belum sinkron karena daerah memiliki visi misi sendiri yang berbeda-beda.
"Singapura yang negara kecil saja memiliki perencanaan pembangunan yang matang, bahkan menargetkan pada tahun 2030 bisa memenuhi sendiri 30 persen kebutuhan pangan-nya. Padahal mereka tidak memiliki lahan pertanian memadai," katanya.
Turut hadir menjadi narasumber diskusi buku karya Ketua MPR RI tersebut antara lain Rektor Institut Pertanian Bogor sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia Arif Satria, Ketua Dewan Pakar Brain Society Center Didin Damanhuri, dan Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021