"Merokok juga dapat mengurangi pergerakan bulu getar (cilia) pada saluran pernapasan, mudah infeksi kronis, sehingga kalau terjadi serangan COVID-19, gangguan jaringan saluran pernapasan menjadi lebih rentan dan lebih berat," kata Dr Delyuzar di Medan, Senin.
Baca juga: Perokok berisiko menderita penyakit COVID-19 lebih parah
Ia menjelaskan merokok akan mengganggu pembuluh darah dan memudahkan penyempitan pembuluh darah yang mengganggu pada jantung (gangguan arteri koroner).
Selain itu, pembuluh darah lainnya bisa menyebabkan serangan jantung (penyempitan jaringan otot jantung terganggu) yang disebut MCI MYOCARDIAC INFARK.
"Penyempitan di pembuluh darah penis menyebabkan impotensi, penyempitan pembuluh darah pada otak kita sebut sebagai stroke (ada yang menyebabkan perdarahan, ada yang menyebabkan sumbatan darah dan menyebabkan INFARK pada otak," ujar Delyuzar yang juga Tim Ahli COVID-19 Balitbang Sumatera Utara dan Anggota Dewan Riset Daerah Sumut.
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2030, dari 70 persen kematian yang disebabkan oleh rokok akan terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Sejalan dengan hal tersebut, Riset Kesehatan Dasar 2010 menyebutkan prevalensi perokok saat ini sebesar 34,7 persen, artinya lebih dari sepertiga penduduk merupakan perokok.
Baca juga: Wamenkes: Perokok 1,9 kali lebih parah jika sakit COVID-19
Baca juga: Pemerintah serius turunkan prevalensi perokok anak
Oleh karena itu, pengembangan Pedoman Kawasan Tanpa Rokok sangat tepat dan harus menjadi agenda pemerintah pusat dan daerah. Penerapan pedoman ini perlu didukung oleh berbagai pihak agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021