Presiden Conference of Parties 26 (COP26) Alok Sharma mengatakan Indonesia sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi G20 di 2022 dapat mengambil peran memimpin dunia untuk mengatasi persoalan perubahan iklim global.
"Saat ini tentu saja perhatian dunia akan ada pada G20, pada negara-negara besar lainnya, negara-negara yang secara kolektif bertanggungjawab atas 80 persen emisi global. Dan saya percaya ini sebuah kesempatan untuk semua negara-negara tersebut untuk menunjukkan kepemimpinannya," kata Sharma usai berdiskusi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin.
Sebagai negara anggota G20, dan tuan rumah konferensi tingkat tinggi kelompok 20 negara ekonomi utama dunia tersebut, Ia berharap Indonesia mengambil peran utama dalam persoalan tersebut. Dirinya percaya ada prospek Indonesia dapat menjadi pemimpin global dalam urusan mengatasi perubahan iklim.
"Kamu semua tahu bahwa dalam KTT Iklim pada 20 April dituanrumahi oleh Presiden Biden, Presiden Jokowi berkomitmen untuk menempatkan isu perubahan iklim di 'jantung' kepresidenan G20-nya, yang menguatkan kooperasi dan pembangunan keberlanjutan sebagai kunci penggerak," ujar Sharma.
Dirinya percaya bahwa itu tidak hanya dapat menyelamatkan Planet Bumi, tetapi juga dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan-pekerjaan "hijau".
"Dan Inggris, seperti yang saya sampaikan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berkomitmen untuk mendukung ambisi iklim Indonesia, termasuk melalui Program Mentari kami. Dialog baru untuk transisi energi, dan memastikan bahwa kita memiliki pertumbuhan hijau sambil memotong emisi," katanya.
Menurut dia, mereka sudah menunjukkan hal tersebut di Inggris, dan percaya itu mungkin dilakukan. Dalam data statistik tahun 2012 yang ia berikan pada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, batu bara menyumbang 40 persen pembangkit listrik mereka.
Angka tersebut, Sharma mengatakan sudah kurang dari dua persen. Dan mereka akan menghapus batu bara seluruhnya dari pembangkit listriknya pada 2024.
"Jadi kami tahu bahwa itu mungkin. Dan saya tahu dari diskusi kami dengan pemimpin Asia minggu ini dan betul lebih dari sekedar berapa besar kesempatan orang melihat transisi ke energi bersih, apakah itu memimpin dunia dengan tenaga surya, energi angin, atau menciptakan teknologi masa depan seperti energi hidrogen, atau penyimpanan baterai," lanjutnya.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021