CEO Save the Children Indonesia Selina Patta Sumbung mengemukakan akses pendidikan bagi anak-anak penyandang disabilitas semakin menjadi tantangan di masa pandemi COVID-19, karena interaksi tatap muka yang terbatas.
“Kekhawatiran orang tua sangat dipahami, karena tantangan yang dihadapi anak-anak penyandang disabilitas bisa tiga kali lipat. Kesetaraan akses, minimnya pemahaman warga sekolah, terbatasnya pengetahuan dan keterampilan tenaga pendidik dalam memberikan layanan pendidikan inklusi menjadi tantangan besar," kata Selina Patta Sumbung dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Kemen PPPA: Anak disabilitas rentan jadi korban kekerasan seksual
Data penelitian Save the Children yang dilakukan di 46 negara pada Juli 2020, menemukan fakta bahwa 85 persen orang tua terutama ibu anak-anak penyandang disabilitas khawatir jika anak-anak mereka tidak bisa kembali ke sekolah, bahkan orang tua dari anak perempuan penyandang disabilitas tiga kali lebih cenderung tidak yakin anaknya dapat kembali bersekolah.
Selina menegaskan risiko learning lost terhadap anak penyandang disabilitas juga berimbas pada tumbuh kembang anak tersebut.
“Jika anak disabilitas tidak mendapatkan hak pendidikan, dapat berdampak pada kondisi kesehatan mental dan fisik anak. Masalah ini perlu segera ditangani. Pemerintah, organisasi dan masyarakat harus segera bersama-sama memprioritaskan akses dan layanan pendidikan inklusi yang berkualitas," kata Selina.
Salah seorang penyandang disabilitas fisik yang juga anggota Bumi Disabilitas, Ranti (16) mengatakan di masa pandemi COVID-19 semua pembelajaran menjadi daring. Setiap hari latihan soal dan harus dicatat di bukut tulis, padahal ia mengalami keterbatasan fisik untuk menulis.
"Sebaiknya guru bisa lebih dekat dengan anak-anak disabilitas, sehingga bisa memahami kebutuhan dan tantangan yang dihadapi anak-anak seperti saya," ujar Ranti.
Di Kabupaten Bandung, kekhawatiran yang sama juga dialami oleh para orang tua dengan anak-anak penyandang disabilitas, termasuk tantangan terkait tidak meratanya akses, minimnya penerimaan masyarakat, terbatasnya sarana dan prasaran penunjang agar anak-anak penyandang disabilitas dapat belajar.
“Saya berharap akses pendidikan gratis untuk anak disabilitas diperbanyak agar tidak ada lagi anak-anak disabilitas putus sekolah karena alasan biaya. Guru juga bisa memberikan cara belajar sesuai dengan keragaman disabilitas anak," ujar Ranti.
Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikduristek), Samto saat berdialog dengan anak-anak disabilitas terkait tantangan yang mereka hadapi selama pandemi COVID-19 mengatakan orang tua perlu menjadi teman diskusi dan belajar mereka, meskipun dengan keterbatasan mereka mencarikan bantuan, baik di lingkungan masyarakat maupun ke sekolah dan dinas terkait.
Baca juga: Pendidikan inklusif anak penyandang disabilitas temui kendala
Baca juga: Kiat orang tua dampingi anak penyandang disabilitas jalani PJJ
Menurut dia, perlu ada penyesuaian kurikulum pendidikan untuk anak-anak dengan disabilitas. Pemerintah saat ini sedang mencoba merumuskan standar keterampilan kerja untuk bekal mereka .
Melalui gerakan #SaveOurEducation yang diinisiasi oleh Save the Children, dukungan kepada anak-anak disabilitas dan orang tua melalui kunjungan ke 50 rumah anak-anak penyandang disabilitas dengan memberikan beragam kegiatan, seperti membaca buku, belajar bersama, melukis hingga konseling serta kegiatan lainnya. Kegiatan ini bekerja sama dengan komunitas Bumi Disabilitas dan para relawan.
Tak hanya kunjungan langsung, memperingati Hari Anak Internasional setiap tanggal 1 Juni, Save the Children juga memberikan ruang dan kesempatan kepada anak-anak penyandang disabilitas untuk berdialog dengan Bupati Bandung dan Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbudristek tentang tantangan yang dihadapi saat pandemi COVID-19 serta harapan anak-anak untuk pendidikan inklusi.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021