Dalam diskusi virtual tentang energi nuklir yang diadakan oleh Yayasan Indonesia Cerah dan IEEFA pada Rabu, Subekti mengatakan bahwa masih tersedianya sumber energi fosil dan berkembangnya energi baru terbarukan seperti sel surya dan biomassa juga mempengaruhi posisi nuklir sebagai pilihan sumber energi di Indonesia.
"Tentu kita paham bagaimana posisi nuklir di posisi terakhir. Banyak faktor yang diketahui, banyak fakta yang dijelaskan dari sisi harga, keandalan, kemudian faktor teknis yang belum bisa tertangani, faktor sensitif seperti keselamatan, juga faktor pendukung lainnya seperti bahan bakar dari mana," katanya.
Subekti menjelaskan bahwa penggunaan istilah pilihan terakhir memperhitungkan kondisi pada masa depan ketika sumber energi lain berkurang; ketika pasokan batu bara, gas, dan minyak bumi menurun; sedangkan kebutuhan akan listrik meningkat seiring dengan perkembangan industri dan sarana transportasi berenergi listrik.
Dalam kondisi yang demikian, pakar bidang termohidrolika reaktor dan simulator PLTN itu
mengatakan, nuklir bisa menjadi opsi sumber energi.
"Bukan menutup nuklir, tapi memberikan pilihan terakhir bila sumber-sumber yang lain ada yang berkurang atau bahkan hilang itu menjadi problem nasional, misalnya batu bara dan gas," katanya.
Indonesia saat ini memiliki tiga reaktor nuklir yang berada di bawah pengawasan BATAN dan digunakan untuk kepentingan riset dan pemanfaatan non-energi yaitu Reaktor Triga 2000 di Bandung, Jawa Barat; Reaktor Kartini di Yogyakarta; dan Reaktor Serbaguna G.A. Siwabessy di Serpong, Banten.
Baca juga:
Koalisi Masyarakat Sipil tolak tenaga nuklir masuk dalam RUU EBT
Jalan panjang pengembangan energi nuklir nasional
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2021