"FLPP merupakan subsidi bunga bagi golongan masyarakat tersebut sehingga daya beli di sektor perumahannya makin tinggi, dan bisa menjangkau harga rumah," kata Direktur Utama BTN, Iqbal Latanro di Jakarta, Selasa.
Kesepakatan FLPP sendiri telah ditandatangani Deputi Mempera Bidang Pembiayaan, Tito Murbaintoro bersama, disaksikan Menpera, Suharso Monoarfa.
Menurut Iqbal, BTN telah siap melaksanakan FLPP pada 1 Oktober 2010. Fasilitas ini dalam tahap awal bisa dilaksanakan pada empat produk BTN, di antaranya KPR Sejahtera Tapak, KPR Sejahtera Susun, KPR Sejahtera Syariah Tapak, dan KPR Syariah Susun.
"Kami setelah libur (hari raya Lebaran), akan sosialisasi kepada kepala kredit. Dan kami, BTN bisa memulai operasikan FL pada 1 Oktober," jelas Iqbal.
Sedangkan untuk operasional pelaksanaan kebijakan pengadaan perumahan, melalui pembiayaan rumah sejahtera (FLPP) dituangkan dalam perjanjian kerjasama operasi (PKO) tentang penyaluran dana melalui KPR Sejahtera Tapak dan KPR Sejahtera Rusun.
Kesepakatan FLPP menjadi tanggung jawab kedua belah pihak. Kemenpera harus mensosialisasikan kebijakan serta koordinasi pelaksanaan kebijakan pengadaan perumahan, melalui FLPP. Adapun BTN bertanggungjawab dalam mewujudkan kesanggupannya sebagai Bank Pelaksana kebijakan pengadaan hunian melalui kredit.
FLPP menjanjikan tingkat suku bunga yang dibebankan kepada MBM dan MBR, lebih kecil dari 10 persen (single digit).
Dengan pertimbangan waktu yang tersedia sampai dengan akhir tahun, BTN akan mengoptimalkan pemanfaatan dana FLPP untuk memfasilitasi penerbitan 24 ribu unit KPR Sejahtera Tapak dan 1.500 KPR Sejahtera Susun.
BTN, jelas Iqbal, bersepakat merealisasikan akad FLPP Kemenpera pada 1 Oktober tahun ini dengan dana kelolaan sebesar Rp2,68 triliun untuk mencapai sebagian besar target perumahan Kemenpera sepanjang semester II/2010.
"Dengan pertimbangan waktu yang tersedia hingga akhir 2010, BTN akan mengoptimalkan pemanfaatan dana FLPP ini untuk memfasilitasi penerbitan 24.000 unit KPR sejahtera tapak [RSh] dan 1.500 unit KPR sejahtera susun. Kami dan Kemenpera sepakat melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan ini," jelasnya.
Suharso menjelaskan pelaksanaan FLPP merupakan tindak lanjut Keputusan Menteri Keuangan No. 290/KMK.05/2010 tertanggal 15 Juli 2010. Adapun, badan pelaksana FLPP akan dijalankan oleh badan layanan umum pusat pembiayaan perumahan (BLU-PPP).
"Tata cara pencairan dana FLPP dilakukan oleh BLU-PPP dengan berpedoman pada Permenkeu No. 130/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana FLPP," paparnya.
Melalui FLPP, Iqbal mengatakan BTN berkomitmen memberikan suku bunga kredit tetap (fixed rate) sekitar 8,15% - 9,95% per tahun selama 15 tahun kepada calon debitur perumahan yang memiliki penghasilan tetap sekitar Rp2,5 juta - Rp4,5 juta per bulan.
"Angka ini berdasarkan kebijakan Kemenpera sedangkan BTN sebagai pelaksana kebijakan pemerintah," ujarnya.
Iqbal memastikan suku bunga KPR di bawah 10% yang mampu diberikan perbankan dalam jangka waktu hingga 15 tahun merupakan rekor terbaru.
"Untuk mensiasati supaya bisa fix selama 15 tahun, BTN akan terbitkan obligasi lebih banyak daripada biasanya. Fasilitasnya memang 15 tahun tapi jatuhnya bukan 15 tahun karena persoalannya diatasi dengan menerbitkan surat berharga berjangka panjang. Di sinilah keuntungan kami. Dengan masuknya FLPP, kasus majority missmatch perbankan berkurang," paparnya.
Bagi konsumen, lanjutnya, dengan rendahnya suku bunga KPR diharapkan dapat memacu peningkatan daya beli dan daya cicil konsumen. Artinya, harga dan kualitas rumah yang dibeli bisa semakin besar.
"Apabila daya cicil menguat, kami berharap kredit bermasalah [NPL/nonperforming loan] dapat ditekan serendah mungkin. Karena itu, bagi mereka yang memiliki NPWP [nomor pokok wajib pajak] dan SPT [surat pemberitahuan tahunan] wajib pajak berpeluang besar mengakes fasilitas FLPP," katanya.
Pemerintah, papar Suharso, berkomitmen penyaluran FLPP dilakukan berdasarkan mekanisme keadilan distributif. Artinya, bagi masyarakat yang memiliki daya cicil lebih kuat, porsi FLPP yang dikucurkan lebih kecil dan suku bunga KPR yang dikenakan lebih besar dibandingkan dengan masyarakat berpenghasilan lebih rendah.
"Dengan skim seperti itu, kami menargetkan pengadaan rumah sejahtera pada tahun depan sebesar 200.000 unit dapat terserap seluruhnya. Karena itu, Kemenpera akan menambah porsi dana FLPP yang dikelola menjadi Rp3,5 triliun dan Rp690 miliar untuk pola lama. Meski FLPP berlaku, subsidi pola lama masih dilanjutkan hingga 2011," ujarnya.
Berkaitan dengan uang muka untuk fasilitas ini, lanjut Iqbal, BTN akan mematok minimal 10% dari total harga rumah sejahtera tapak senilai Rp50 juta dan Rp144 juta untuk rusunami. Menurut dia, penetapan uang muka tersebut telah memperhitungkan risiko berdasarkan APMR (aktiva produktif menurut risiko).
"Kalau uang mukanya lebih rendah daripada 10%, skala APMR bisa naik menjadi 100. Artinya, bank harus menyediakan cadangan pendanaan lebih besar. Kondisi ini bisa memicu tingginya suku bunga KPR," jelasnya.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP-REI) Teguh Satria mengatakan para pengembang yakin pelaksanaan FLPP akan mengurangi tingkat backlog sekitar 7 juta-8 juta unit perumahan jika pemerintah menjalankannya secara konsisten.
Menurut Suharso, untuk operasionalisasi pelaksanaan kebijakan pengadaan perumahan dengan dukungan FLPP tertuang dalam perjanjian kerjasama operasional (PKO) No. 02/SM.6/HK.02.04/09/2010 dan No. 78/PKS/DIR/ 2010 tentang Penyaluran Dana FLPP Dalam Rangka Pengadaan Perumahan Melalui KPR Sejahtera Tapak dan KPR Sejahtera Rusun.
Penandatanganan PKO tersebut dilakukan oleh Kepala Pusat Pembiayaan Perumahan, Didik Sunardi yang ditunjuk Kemenpera dan Direktur Mortgage and Consumer Banking Bank BTN Irman Alvian Zahiruddin yang ditunjuk BTN. (ANT/K004)
Pewarta: NON
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010