Peneliti gempa dari Universitas Gadjah Mada Prof Sunarno bakal memasang sepuluh "early warning system (EWS)" atau sistem peringatan dini gempa bumi yang mampu memprediksi gempa tiga hari sebelum kejadian di sepanjang pesisir Pulau Jawa.Selain dapat memprediksi tiga hari sebelum gempa juga dapat memperhitungkan pusat gempa yang akan terjadi
"Saat ini kami sedang membuat sekitar sepuluh modul stasiun pemantau EWS Gempa, yang akan kami pasang sepanjang Pulau Jawa sisi Selatan, untuk pengembangan algoritma triangulasi pusat gempa," kata Sunarno melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Senin.
Alat EWS yang bakal dipasang tersebut, menurut Sunarno, selain bisa memprediksi kejadian gempa namun juga dapat memperhitungkan prediksi lokasi pusat gempa.
Baca juga: Ketua DPD RI minta pemerintah dukung detektor gempa karya UGM
"Selain dapat memprediksi tiga hari sebelum gempa juga dapat memperhitungkan pusat gempa yang akan terjadi," kata dia.
Menurut dia, sistem peringatan dini itu masih dalam tahap pengembangan meliputi perbaikan penyempurnaan teknologi alat tersebut juga pengembangan algoritma penentuan pusat gempa yang akan terjadi.
"Setiap stasiun EWS yang kami pasang tetap mengukur setiap lima menit perubahan permukaan air sumur dan paparan gas Radon alam yang akan dibaca EWS kami," kata dia.
Baca juga: UGM kembangkan sistem pendeteksi gempa bumi
Meski demikian, ia mengakui, hingga saat ini kepekaan alat deteksi gempa ini hanya dapat memonitor kejadian gempa di atas magnitudo 4,5 di antara Aceh hingga NTT untuk lempengan Indo-Australia.
Namun, untuk dapat memantau di daerah dengan lempengan lain maka harus dipasang stasiun EWS di lempengan yang dipantau.
Seperti diketahui, EWS ini tersusun dari sejumlah komponen seperti detektor perubahan level air tanah dan gas radon, pengkondisi sinyal, kontroler, penyimpan data, sumber daya listrik. Lalu, memanfaatkan teknologi internet of thing (IoT) di dalamnya.
Baca juga: Mahasiswa UGM ciptakan pondasi tahan gempa dari "shockbreaker" motor
Mekanisme kerja alat ini dalam memprediksi gempa berdasarkan perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah yang merupakan anomali alam sebelum terjadinya gempa bumi.
Apabila akan terjadi gempa di lempengan, akan muncul fenomena paparan gas radon alam dari tanah meningkat secara signifikan. Demikian juga permukaan air tanah naik turun secara signifikan.
Baca juga: BMKG: Gempa bumi dan tsunami di Pantai Selatan Jatim bersifat potensi
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021