"Kalau kita ambil pertimbangan politik misalnya, dan supaya ada penyelesaian secara nonyudisial maka akan kami dorong," kata Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Pengungkapan dua kasus dugaan pelanggaran HAM berat masih dalam proses
Bahkan, ia mengaku telah bertemu langsung dengan Presiden, Jaksa Agung, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) serta menteri terkait lainnya untuk membicarakan penyelesaian melalui mekanisme nonyudisial.
Langkah penyelesaian secara nonyudisial pada dasarnya telah dilakukan negara-negara lain. Hal itu dikarenakan adanya sejumlah pertimbangan misalnya masalah politik, keutuhan negara hingga faktor pelaku, korban maupun saksi yang sudah tidak ada lagi.
Baca juga: Anggota DPR: Timsus penuntasan HAM berat sebuah langkah positif
Sebagai contoh peristiwa 1965 dimana terduga pelaku maupun saksi yang saat ini sudah banyak yang meninggal dunia. Oleh karena itu penyelesaian secara nonyudisial merupakan salah satu opsi untuk penuntasan dugaan pelanggaran HAM berat.
Meskipun demikian, Ahmad menegaskan bila cara itu dilakukan maka tidak boleh ada tindakan-tindakan di luar hukum. Sebagai contoh bila ada semacam pemberian kompensasi kepada keluarga korban namun pihak keluarga korban diminta agar tidak menuntut lagi maka cara itu tidak dibenarkan.
Baca juga: Pengungkapan dua kasus dugaan pelanggaran HAM berat masih dalam proses
"Langkah hukum semestinya adalah pemerintah harus membuat satu dasar hukum tertentu apakah undang-undang atau lainnya," ujar dia.
Dasar hukum tersebut nantinya bisa menjadi landasan untuk penyelesaian penuntasan dugaan pelanggaran HAM melalui mekanisme nonyudisial, katanya.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021