Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin mengusulkan agar dibentuk kantor perwakilan Komnas HAM di Papua yang diatur dalam revisi UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
"Perlu direvisi UU ini dasar hukum untuk pendirian kantor perwakilan Komnas HAM agar bisa lebih kuat dan berperan maksimal. Selain itu bisa menjadi 'counterpart' bagi pemerintah daerah dalam rangka memajukan dan perlindungan HAM," kata Amiruddin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Khusus (Pansus) revisi UU Otsus Papua, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan, terkait adanya rencana pemekaran provinsi di Papua yang akan diatur dalam revisi UU Otsus, perlu mendapatkan perhatian terkait pembentukan perwakilan Komnas HAM di tiap provinsi untuk dapat menyelesaikan persoalan HAM yang muncul.
Amiruddin mengatakan Pasal 45 UU Otsus mengamanatkan dibentuknya perwakilan Komnas HAM, pengadilan HAM, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Papua.
Baca juga: Gugus Tugas Papua UGM usulkan reinstrumentasi Otsus Papua
Baca juga: KPK: Pemda di Papua Barat perlu didampingi pengelolaan dana Otsus
"Jika berubah sekarang, ini perlu mendapatkan perhatian akan seperti apa amanat ini dibuat sehingga dapat kejelasan untuk digunakan untuk selesaikan persoalan HAM yang muncul," ujarnya.
Dia mengingatkan ada empat poin yang harus diperhatikan dalam revisi UU Otsus Papua yaitu harus memenuhi rasa keadilan, mencapai kesejahteraan rakyat, penegakan hukum, dan penghormatan HAM.
Menurut dia, dalam catatannya, dalam revisi UU Otsus Papua, ada dua fokus yang akan direvisi yaitu jumlah besaran dana Otsus dan prosedur pemekaran wilayah.
"Dasar kami adalah UU Otsus Papua sejak awal dirancang dan sampai saat ini direvisi untuk penghormatan pada HAM. Ada empat hal usulan kami, pertama, UU ini bisa beri dasar untuk semua pihak hentikan kekerasan," katanya.
Kedua menurut dia, langkah untuk bisa menyelesaikan konflik di Papua sehingga dialog bisa diberikan ruang agar semua pihak dan kelompok bisa diajak bicara dan berikan ruang.
Dia mencontohkan dalam UU Otsus Papua yang ada, diatur terkait formulasi partai politik lokal, itu perlu dilihat lagi formulasi-nya karena kalau tetap ada namun tidak formulasi yang baik maka tidak akan berjalan.
"Ketiga, menyelesaikan masalah HAM dan wujudkan keadilan, ini menjadi pertanyaan kami karena di UU Otsus Papua ada perintah untuk dirikan pengadilan HAM di Papua. Sementara hingga saat ini belum bisa didirikan karena di UU nomor 26 tahun 2000 disebutkan bahwa pada tahap awal pengadilan HAM hanya ada di empat kota yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar," ujarnya.
Baca juga: Anggota DPR: Dana otsus Papua belum maksimal tingkatkan kesejahteraan
Baca juga: Pemerintah tak pernah berhenti bangun Papua
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021