• Beranda
  • Berita
  • Anggota DPR sarankan pasal penghinaan presiden jadi ranah perdata

Anggota DPR sarankan pasal penghinaan presiden jadi ranah perdata

9 Juni 2021 14:10 WIB
Anggota DPR sarankan pasal penghinaan presiden jadi ranah perdata
Perwakilan pemohon uji materi UU 2017 tentang Pemilihan Umum Habiburokhman (kanan) bersama pemohon lainnya mengacungkan ibu jarinya kearah media usai mengikuti persidangan di gedung Mahkamah Konstitusi , Jakarta, Kamis (3/8). Pada sidang tersebut beragendakan pemeriksaan pendahuluan mengenai ambang batas syarat pencalonan presiden (Presidential Threshold). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pd. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)

Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman menyarankan agar pasal terkait penghinaan presiden-wakil presiden yang diatur dalam RKUHP dialihkan menjadi ranah perdata sehingga penyelesaian kasusnya tidak melibatkan kepolisian dan kejaksaan yang merupakan rumpun eksekutif.

"Saya dari dulu paling benci pasal penghinaan presiden. Saya menyarankan agar dialihkan ke ranah perdata saja sehingga penyelesaiannya tidak melibatkan kepolisian dan kejaksaan yang merupakan rumpun eksekutif," kata Habiburokhman dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR dengan Menteri Hukum dan HAM di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Dia menilai selama pasal terkait penghinaan presiden-wapres masih dalam ranah pidana maka tuduhan pasal tersebut digunakan untuk menghabisi orang-orang yang berseberangan dengan kekuasaan akan terus timbul.

Karena itu, menurut dia, seobjektif apapun proses peradilannya namun kalau kasusnya ditangani kepolisian dan kejaksaan yang masuk rumpun eksekutif, berbagai dugaan akan selalu muncul.

Baca juga: Menkumham: Pasal penghinaan terhadap presiden jadi delik aduan

Baca juga: Anggota DPR: Kaji mendalam pasal penghinaan Presiden di RKUHP


"Saya juga tanyakan teknis carry over (RKUHP) seperti apa, kalau hanya tindak lanjuti dari periode lalu maka langsung kita ke tingkat dua. Karena itu percuma Kemenkumham keliling Indonesia ke 11 kota meminta masukan terkait RKUHP," ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu meminta Kemenkumham menjelaskan terkait mekanisme "carry over" pembahasan RKUHP, apakah ada masukan masyarakat karena kalau secara teknis yang acuannya Pasal 71a UU nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, hanya dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Menurut dia, perlu diperjelas terkait apakah mengikuti tahapan pembahasan seperti yang pernah dijalankan DPR periode 2014-2019 yang sudah disetujui di Tingkat I atau di Komisi III DPR.

"Lalu apakah ketika RKUHP diajukan maka masuk tahap kedua. Apakah ada masukan seperti itu dari para ahli atau masyarakat," katanya.

Baca juga: Kemenkumham harapkan RUU KUHP disahkan 2021

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021