Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2LD-LIPI) menyatakan Teluk Ambon bagian dalam terancam dangkal akibat semakin tebalnya sedimentasi selama beberapa tahun terakhir.Galala dan Tantui tahun 2018 sudah bertambah menjadi 18,96 hektare
"Kecepatan laju sedimentasi di Teluk Ambon bagian dalam sebesar 2,4 centimeter per tahun atau sekitar enam kali lipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Angka-angka tersebut sudah bisa dijadikan lampu merah bagi cepatnya proses pendangkalan di Teluk Ambon," kata Perekayasa (Inovator) Ahli Madya P2LD-LIPI Daniel D. Pelasula di Ambon, Rabu.
Ia mengatakan Teluk Ambon dengan kedalaman di atas 27 meter dari permukaan laut merupakan teluk dengan karakteristik laut dalam, dan terpengaruh oleh Laut Banda.
Hasil riset dan pemantauan kondisi Teluk Ambon selama beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya perubahan yang cukup mengkhawatirkan, laju proses penumpukan sedimentasi berpotensi menjadikannya sebagai laut dangkal.
Baca juga: P2LD-LIPI tak miliki biosafety cabinet keamanan ekstraksi COVID-19
Baca juga: LIPI: Naiknya air laut ke Pelabuhan Hunimua fenomena fase bulan mati
Kecepatan laju sedimentasi pada 1987 hingga tahun 1996 sebesar 5,95 milimeter per tahun atau 0,6 centimeter per tahun, meningkat menjadi 2,4 centimeter per tahun atau sekitar enam kali lipat pada 2008.
Sedangkan luas dan sebaran sedimentasi di Teluk Ambon pada 1994 hanya sebesar 102,6 hektare bertambah menjadi 168,1 hektare pada 2007, dan terus bertambah di beberapa lokasi, seperti Pandan Kasturi, Tantui, Galala dan Hative Besar.
"Sebaran sedimentasi di Galala dan Tantui tahun 2018 sudah bertambah menjadi 18,96 hektare, ini cukup mengkhawatirkan," kata Daniel.
Dikatakannya lagi, Ambon merupakan pulau kecil bergunung dan berbukit dengan kemiringan lereng yang curam dan dataran sangat sedikit. Pembukaan lahan baru untuk pemukiman di dataran tinggi tentu saja berakibat pada degradasi ekosistem dan vegetasi Teluk Ambon, salah satunya adalah sedimentasi.
Perubahan area lahan terbuka dua mil dari garis pantai Teluk Ambon yang terpantau pada Oktober 1972 hanya sebesar 31,2 hektare berubah menjadi 51,3 hektare pada Oktober 1988, lalu naik menjadi 124,6 hektare pada April 1990 dan 103,0 hektare pada November 1993, kemudian meningkat tajam menjadi 714,2 hektare pada Januari 1998.
Perubahan lahan terbuka untuk kebutuhan pemukiman menjadi lebih kecil pada Maret 2001, hanya 24,6 hektare karena banyak orang yang keluar dan pindah dari Ambon akibat konflik horisontal pada 1999-2000.
Lahan terbuka kembali meluas menjadi 199,6 hektare pada Februari 2003 dan 130,3 hektare pada Maret 2006, kemudian 184,1 hektare pada Februari 2009 dan 305,2 hektare pada Februari 2012. Hingga tahun 2018 tercatat perubahan lahan terbuka sudah mencapai 369,2 hektare.
Pemantauan menggunakan citra satelit menunjukkan perubahan area pemukiman yang berpengaruh ekosistem dan vegetasi pada Teluk bagian Ambon, yakni Lateri 41,05 hektare, Halong 5,08 hektare, Waiheru 1,42 hektare, Wailela kawasan pantai 4,55 hektare, Wailela gunung 2,68 hektare, dan Poka 3,58 hektare.
"Pengambilan galian C menyebabkan terjadinya perombakan material dan menghasilkan partikel-partikel kecil yang dibawa oleh aliran sungai menuju Teluk Ambon dan mengendap di perairan, baik itu bersifat permanen maupun tidak," kata Daniel.
Baca juga: DLHKP imbau warga tidak mengambil ikan-kerang di Teluk Ambon
Baca juga: Ikan di Teluk Ambon aman dikonsumsi setelah ledakan algae
Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021