Menurut Siti, orang lanjut usia dapat menjadi lansia yang independen atau menjadi geriatri yang memiliki banyak komorbid, dependen, dan mengalami sindrom kerentaan serta sarkopenia.
Baca juga: Pakar: Asupan nutrisi dan gaya hidup kunci hidup sehat lansia
Baca juga: Alasan waktu tidur pada lansia lebih sedikit daripada orang dewasa
"Frailty atau kerentaan adalah suatu kondisi dimana terdapat peningkatan kerentanan yang mengalami ketergantungan atau kematian kalau ada stressor," kata spesialis penyakit dalam (geriatri) RS Cipto Mangunkusumo Jakarta itu dalam diskusi tentang kerentaan yang diadakan Dompet Dhuafa di Jakarta, Jumat.
Stressor atau faktor yang dapat mempengaruhi, seperti dari psikologis, yang disebabkan duka atau berupa fisik, misalnya lansia mengalami penyakit.
Kondisi kerentaan klasifikasinya adalah orang lansia yang memiliki ketergantungan atau dependensi dan mengidap berbagai penyakit, tidak dapat lagi mandiri.
"Orang-orang dengan frail tadi, yang rapuh ini, memang berisiko tinggi mengalami kematian, ketergantungan, perawatan berulang dan juga risiko jatuh dan patah tulang. Ini adalah akibat yang ditimbulkan oleh kondisi frail tadi," kata Siti, yang juga Ketua PB Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI).
Kerentaan juga terasosiasi dengan kompleksitas pemulangan pasien di rumah sakit dan membuat adanya waktu rawat yang lebih lama.
Baca juga: Dokter: Kualitas tidur buruk tingkatkan risiko penyakit degeneratif
Siti menjelaskan bahwa lansia yang mengalami kerentaan dipengaruhi oleh kondisi nutrisi, dengan orang yang kurang nutrisinya empat kali lipat meningkat risiko mengalami kerentaan.
Selain itu sarkopenia atau degenerasi otot seiring bertambahnya usia, juga memiliki keterkaitan dengan kondisi kerentaan.
"Asupan nutrisi yang buruk menyebabkan sarkopenia dan sarkopenia kemudian berdampak para frailty," katanya.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021