Kalau produk pertanian itu dikenakan pajak 12 persen atau 5 persen, pada akhirnya produksi pertanian akan semakin ditekan harganya, dan petani akan semakin rugi
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta pemerintah tidak mencari untung dari kebutuhan pokok masyarakat, karena itu ia menolak rencana penerapan Pajak Penambahan Nilai (PPN) sembako dari sektor pertanian.
"Kalau produk pertanian itu dikenakan pajak 12 persen atau 5 persen, pada akhirnya produksi pertanian akan semakin ditekan harganya, dan petani akan semakin rugi," kata Dedi Mulyadi, dalam sambungan telepon, Jumat.
Ia mengatakan selain merugikan petani, penerapan PPN tersebut juga bertentangan dengan fungsi negara yang harus menjamin ketersediaan dan ketahanan pangan.
Baca juga: Indef paparkan efek domino jika sembako dan pendidikan kena PPN
Menurut Dedi Mulyadi, komponen bahan pangan adalah komponen yang harus dilindungi oleh negara. Artinya negara harus melindungi proses penanaman, pemupukan hingga panen, karena itu menyangkut ketahanan kehidupan masyarakat.
"Namun dengan rencana kenaikan pajak itu, maka prinsip-prinsip negara menyediakan pangan sebagai bagian dari fungsi negara melindungi rakyat menjadi hilang," ujar Dedi Mulyadi.
Atas hal tersebut, pihaknya sebagai pimpinan Komisi IV DPR RI menolak rencana PPN untuk bahan pokok dari sektor pertanian.
Baca juga: Pemerintah diminta cari alternatif lain tingkatkan rasio pajak
"Saya tegaskan menolak pajak untuk bahan pokok produk pertanian. Negara tak boleh ambil untung dari kebutuhan pokok rakyat. Harusnya (negara) melindungi pengadaan dan ketersediaannya," kata Dedi Mulyadi.
Ia menyampaikan kalau negara bisa mencari alternatif lain untuk dikenai pajak.
Sebelumnya, pemerintah berencana mengenakan PPN atas barang bahan pokok dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Padahal sebelumnya, produk dari sektor tersebut tidak dikenai PPN.
Baca juga: Ketua DPD RI imbau pemerintah tinjau ulang PPN sembako dan pendidikan
Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021