Bupati Gunung Kidul Sunaryanta mengimbau masyarakat kembali mematuhi protokol kesehatan untuk menekan penyebaran COVID-19 di wilayah itu yang meningkat signifikan sejak awal Juni.
"Protokol kesehatan harus dijalankan semaksimal mungkin, jangan sampai lengah," kata Sunaryanta di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu.
Ia mengakui di wilayahnya muncul tujuh klaster baru yang menyebabkan lonjakan kasus COVID-19. Tujuh klaster baru itu adalah di Kecamatan Playen ada Klaster Desa Dengok, Pabrik Tas Bandung, dan pondok pesantren. Kemudian di Kecamatan Karangmojo satu klaster, Kecamatan Panggang ada dua klaster, yakni hajatan dan keluarga. Terakhir, di Kecamatan Tanjungsari ada satu klaster, yakni rasulan. Total dari tujuh klaster dengan jumlah terkonfirmasi COVID-19 sebanyak 127 kasus
"Munculnya klaster ini karena kepatuhan protokol kesehatan (prokes) warganya menurun, seakan-akan sudah tidak ada (COVID-19)," katanya.
Menurut dia, penenurunan kepatuhan protokol kesehatan karena masyarakat mulai terbiasa dengan situasi yang ada. Meski mereka sudah memahami dasar protokol kesehatan, namun masih saja ada yang lengah.
"Kami meminta warganya tetap waspada dengan menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Penularan dari COVID-19 hingga saat ini masih jelas mengancam keselamatan nyawa," katanya.
Total terkonfirmasi COVID-19 di Gunung Kidul sampai saat ini ada 3.483 kasus, dengan rincian sembuh 2.895 orang, dan masih dalam perawatan 424 pasien. Kasus meninggal terkonfirmasi positif ada 164 orang.
Sementara itu, Wakil Bupati Gunung Kidul Heri Susanto mengatakan pihaknya sudah menggelar rapat koordinasi untuk membahas lonjakan kasus COVID-19. Berdasarkan hasil rapat, Pemkab Gunung Kidul akan melarang semua kegiatan sosial masyarakat, termasuk hajatan.
Selanjutnya, acara pernikahan hanya ijab di kantor urusan agama ataupun di rumah ibadah. Keputusan ini diambil karena beberapa klaster masih menunggu hasil dan belum ada kepastian apakah masih aktif atau pasif.
"Tambahan COVID-19 di Gunung Kidul dalam beberapa hari terakhir mengkhawtirkan. Rencana kebijakan tersebut baru wacana, karena nanti jika kesepakatan harus wujudnya regulasi sebuah surat edaran atau surat keputusan," kata Heri.
Pewarta: Sutarmi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021