"Apalagi belum ada putusan pengadilan yang menyatakan barang tersebut sebagai hasil dari kejahatan atau barang bukti yang dapat diserahkan kepada negara. Jadi tidak sah," ujar Fickar dikutip dari siaran pers di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, jika ke depan hasil lelang itu terjadi sengketa maka bisa terjadi perubahan status barang bukti itu tidak diserahkan kepada negara.
Ia mengatakan penyitaan benda yang sudah ada yang dijadikan barang-barang bukti sebelum tempus atau waktu perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa atau terpidana baik dalam perkara Tipikor maupun dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) adalah bertentangan dengan hukum sehingga harus dikembalikan kepada yang berhak atau dari mana barang yang bersangkutan disita.
"Artinya jaksa penuntut umum (JPU) harus mengembalikannya kepada terdakwa atau terpidana," katanya.
JPU sebagai eksekutor perkara pidana pun harus bertanggung jawab karena telah menjual aset tersebut.
"Jika nantinya pengadilan memutuskan 'mengembalikan' aset kepada yang berhak, yakni terdakwa, artinya JPU harus membeli kembali barang bukti yang telanjur sudah dijual," ujarnya.
Pembeli barang lelang itu pun wajib sukarela untuk menyerahkan barang milik terdakwa tersebut.
"JPU harus membeli kembali barang bukti yang sudah dijual. Kecuali terdakwa tidak masalah hanya menerima uang hasil penjualan barang lelang tersebut," katanya.
Baca juga: Kejagung lelang 16 mobil mewah milik empat tersangka Asabri
Baca juga: Kejagung bakal lelang aset sitaan Asabri dan Jiwasraya
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021