Perluas pasar, Manggarai Barat kembangkan kain tenun pewarna alam

14 Juni 2021 16:10 WIB

Para pengrajin membuat kain songke pewarna alam di Lembor Selatan, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (14/6/2021). (ANTARA/Sugiharto Purnama)

Ada tuntutan pasar yang ingin back to nature, sehingga pewarna alam kembali dipakai untuk tenun

Perajin tenun di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengembangkan kain tenun pakai pewarna alam dengan memanfaatkan aneka tumbuh-tumbuhan.

"Dulu saya hanya coba-coba saja pakai kulit nangka dan dedaunan, ternyata setelah dicelup benang hasilnya bagus," kata perajin kain tenun Viktoria Liba di Lembor Selatan, Manggarai Barat, NTT, Senin.

Victoria menceritakan pemanfaatan pewarna alam telah ia lakukan sejak 2014. Namun produksi secara masif baru dimulai pada 2017.

Kala itu Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Bekraf) datang ke daerahnya memetakan potensi pewarna alam di lingkungan sekitar pemukiman.

Baca juga: Bangga Buatan Indonesia bantu perajin tenun NTT berinovasi

"Warna alam tidak cerah dan ramah pada kulit karena tidak mengandung bahan-bahan kimia," kata Victoria.

Warna kuning dihasilkan dari batang nangka, warna cokelat berasal dari kulit mahoni, dan warna merah bersumber dari akar serta batang secang.

Kulit kedondong juga bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan warna cokelat, buah kemiri untuk warna putih, daun tembakau menghasilkan warna hijau, dan rumput indigofera untuk warna biru.

Pemanfaatan tumbuh-tumbuhan untuk bahan pewarna kain menghasilkan tenun yang berwarna kalem, sehingga menjadi ciri khas tersendiri dibandingkan tenun dari daerah lain di Flores.

Baca juga: Gernas BBI, 960 tenun NTT dipamerkan pada Festival Exotic Tenun 2021

"Nenek moyang kami dulu sudah pakai pewarna alam untuk kain songke," kata Victoria.

Ketua Asosiasi Kelompok Usaha Unitas (Akunitas) Manggarai Barat Maria Srikandi Mayangsari menceritakan perajin sempat memakai pewarna sintetis selama sekitar dua dekade karena metode sintetis cepat dan mudah.

Pada 2017 metode pewarnaan alam mulai digalakkan dalam membuat kain tenun khas Manggarai Barat tersebut.

"Ada tuntutan pasar yang ingin back to nature, sehingga pewarna alam kembali dipakai untuk tenun," kata Maria.

Harga kain tenyn pewarna alam dibanderol Rp1,5 juta per lembar dengan panjang empat meter dan lebar 75 sentimeter, sedangkan tenun pewarna sintetis dihargai Rp500 ribu per lembar kain.

Konsumen dapat membeli kain tenun pewarna alam khas Manggarai Barat itu di ibu kota kabupaten Labuan Bajo, media sosial, maupun market place.

Baca juga: Ketua DPD LaNYalla: Tenun khas NTT bakal semakin diminati pasar