Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpustakaan Nasional, Joko Santoso mengatakan pada 2020 aktivitas membaca masyarakat Indonesia semakin meningkat, yakni rata-rata 9 jam 52 menit per pekan.
“Pada 2020, Perpusnas melakukan kajian aktivitas membaca masyarakat Indonesia. Hasilnya, mendapatkan angka yang cukup tinggi, yakni rata-rata 9 jam 52 menit per pekan, namun antusiasme membaca masyarakat Indonesia belum diimbangi dengan jumlah buku yang bisa diakses dan distribusinya,” ujar Joko dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Ketersediaan buku yang belum memadai menunjukkan bahwa kondisi yang dialami Indonesia bukan rendahnya minat baca, melainkan kekurangan buku. Menurut standar yang ditetapkan UNESCO, seharusnya ada tiga buku untuk satu orang penduduk.
Penulis sekaligus pegiat literasi, Maman Suherman sepakat dengan kekurangan buku yang dialami masyarakat Indonesia. Berdasarkan pengalamannya berkeliling Indonesia dan bertemu dengan banyak taman bacaan masyarakat dan pemustaka, dia menilai permasalahan yang ada bukan mengenai rendahnya minat baca, melainkan akses terhadap bahan bacaan.
Baca juga: Perpusnas jalin kerja sama dengan perpustakaan luar negeri
Baca juga: Perpusnas: Minat baca tinggi, hanya kekurangan bahan bacaan
Dalam sharing session Perpusnas Writers Festival 2021 yang diselenggarakan secara virtual, Maman berkisah pernah hampir tenggelam saat menaiki perahu Pustaka di Sulawesi Barat. Saat itu, bukan cuma dia yang diselamatkan tapi buku-buku pun ikut dijaring, kemudian disetrika setiap halamannya.
Dia mengaku terenyuh betapa bahan bacaan sangat dibutuhkan oleh masyarakat di daerah dan penyebarannya masih belum merata di seluruh Indonesia. “Bagi mereka buku adalah berlian yang tidak boleh hilang dan harus sampai ke tujuan. Begitu sulitnya akses terhadap bahan bacaan menjadikan satu buku sangat berharga,” kata Maman.
Bupati Magetan Suprawoto mengungkapkan akses terhadap bahan bacaan harus dipermudah. Upaya yang sudah dilakukan di Magetan, antara lain menempatkan perpustakaan di lokasi yang strategis dengan fasilitas yang menarik masyarakat untuk berkunjung.
“Di Magetan, perpustakaan ditempatkan di lokasi yang sangat strategis, yaitu di samping alun-alun. Dengan begitu masyarakat antusias. Supaya menarik, di sana juga dipasang internet kenceng," kata Suprawoto.
Menulis merupakan aktivitas yang dapat menembus ruang dan waktu. Dengan menulis, dia meyakini individu akan dikenang selamanya. Melalui tulisan, Suprawoto juga berupaya melestarikan budaya.
Sebagai keturunan Jawa, Suprawoto mempertahankan budayanya dengan membuat tulisan menggunakan bahasa Jawa. “Kalau bahasa Jawa hilang, saya berdosa,” kata Suprawoto.
Penulis dihadapkan pada masalah penerbitan buku, karena beberapa penerbit menerapkan standar tinggi pada kualitas penulisan dan nilai jual tulisan.
Baca juga: Pengembangan perpustakaan masih terjerat masalah klasik
Merespons hal itu, penulis Asma Nadia berpesan bahwa seorang penulis harus bisa menulis hal yang membahagiakan hatinya.
Penulis novel Surga yang Tak Dirindukan itu menyebut penulis harus bisa menghadirkan hal yang diperlukan. Sehingga, setiap penulis akan berjuang dengan prinsip yang mereka jalani dalam hidup.
Asma mengutip pernyataan produser Manoj Punjabi bahwa kisah yang bagus atau menarik adalah kisah yang berhubungan dengan banyak orang. Dia menilai, kisah seperti itulah yang mampu menarik minat pembaca.
“Buku akan laku jika dibutuhkan. Jadi, buat teman-teman yang tertarik ke penulisan, kalau kamu datang mencari sebuah buku ke toko buku dan kamu tidak menemukannya, jadilah yang menulisnya,” tuturnya.
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021